Thursday, May 8, 2014

Pemenang Lomba Menulis "Cerita PMI Ku"

Bertepatan dengan Hari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Sedunia, 8 Mei 2014, Panitia lomba menulis Cerita PMI Ku akan mengumumkan pemenang dari lomba menulis.

Tahapan penjurian meliputi beberapa tahap yakni:

1. Para peserta yang telah mengirimkan tulisannya melalui email akan disortir tahap awal. Kegiatan pensortiran tulisan dilakukan dengan berpedoman dari syarat dan ketentuan lomba yang telah diumumkan oleh panitia lomba yang tertera pada blog ini.

2. Selanjutnya para peserta yang lolos pada seleksi tahap awal, diseleksi kembali tulisan yang memiliki kisah yang dapat menginspirasi.

3. Terpilih 49 peserta yang lolos dan masuk dalam penjurian juri. Para juri yang menilai tulisanmu berasal dari juri-juri yang kompeten dibidangnya. 

Akhirnya didapatkan 3 orang peserta dengan karya terbaik dan sangat menginspirasi. Mereka adalah:

Juara 1 : Bayu Setiawan "Ode untuk Karman"
Juara 2 : Randy Jullihar "PMI dan Sahabatku di Surga"
Juara 3 : Halida Zia "Si Awi, Relawan Penyelamat Sungaiku" 

Berikut adalah hadiah yang didapatkan oleh para pemenang:



Selamat kepada para pemenang yang karyanya sangat inspiratif. Syarat dan ketentuan pengambilan hadiah dapat dilihat pada email masing-masing. Terimakasih kepada seluruh teman-teman yang telah berpartisipasi. Semua kisah kalian sangat inspiratif. Sampai jumpa pada lomba-lomba berikutnya.

Salam Kemanusiaan!

Monday, May 5, 2014

Eka M: Darah Untuk Ratusan Nyawa dan Ribuan Senyum

Dulu aku pernah menjalani operasi bedah di sebuah rumah sakit besar di daerah Cirebon, dimana proses operasi itu membuatku mengalami pendarahan hebat. Aku paham benar bagaimana rasanya kehilangan banyak darah dan betapa aku sangat membutuhkan donor darah layaknya aku membutuhkan oksigen untuk bernafas. 

Mungkin ini adalah balasan juga untukku karena sedari dulu aku tidak pernah melakukan donor darah dan bahkan menganggap bahwa donor darah itu tidak penting. Aku terpengaruh oleh asumsi negatif teman-temanku yang mengatakan bahwa “transfusi darah bisa kita dapatkan dari donor keluarga yang memiliki golongan darah yang sama dengan kita, jadi untuk apa kita mendonorkan darah untuk orang lain sementara orang itu bisa mendapatkan donor dari kerabat terdekatnya? Untung di dia, rugi di kita. Toh kita juga tidak mendapatkan apa-apa dari donor darah! Bagaimana jika darah kita akan habis karena melakukan donor? Bagaimana jika darah yang kita donorkan berpindah tangan ke oknum-oknum yang menjualnya secara ilegal dan digunakan hanya demi keuntungan mereka saja?”

Setelah pendarahan itu, aku seakan ditampar keras-keras oleh realita dan pengalaman yang baru saja aku alami, bahwa tanpa kita sadari, sedikit darah yang kita donorkan dapat menyelamatkan orang-orang yang mendapat transfusi, dan dengan setetes darah yang kita donorkan pada orang tersebut dapat menghapus air mata dan mengembalikan senyum keluarga maupun orang terdekat sang penerima transfusi. Seperti halnya aku. Ketika aku bangun dari masa kritisku, hal yang pertama kali kulihat ketika aku membuka mata adalah senyum bahagia di tengah wajah sembab orang tuaku. Saat itu juga aku merasakan darah-darah pendonor yang kini tengah mengalir dalam tubuhku, begitu sejuk dan hangat karena dalam setiap tetes darah itu terkandung ketulusan dan kesukarelaan sang pendonor yang secara tidak langsung telah menyelamatkanku dari maut. 

Aku sangat berterima kasih kepada siapapun yang telah bersedia menyumbangkan darahnya untukku waktu itu, dan aku juga sangat berterima kasih pada PMI yang telah membantu menyediakan donor secepatnya untukku. Sejak saat itulah aku terdorong untuk selalu ikut serta dalam event-event donor darah PMI yang diadakan di SMA ku dulu, dan event-event PMI itu tetap menjadi sebuah ketertarikan tersendiri bagiku hingga sekarang dimana aku telah duduk di bangku universitas. Aku terobsesi oleh tuntutan rasa balas budiku oleh orang-orang tak dikenal yang telah mendonorkan darahnya padaku. Dan aku juga ingin melakukan hal yang sama dengan mereka, dimana mereka secara tidak langsung dapat menyelamatkanku dan mengembalikan senyum lega orang tuaku, aku juga ingin seperti mereka yang dapat menyelamatkan nyawa calon penerima transfusi dariku dan dapat mengembalikan senyum bahagia orang-orang yang menyayanginya. 

Aku ingin darahku yang mengalir di tubuh-tubuh penerima transfusi nanti dapat membawa kebaikan dan hikmah untuk mereka, bahwa kita adalah makhluk sosial, kita hidup saling berdampingan dan bersama-sama, jadi sudah sepatutnya kita menolong orang lain karena suatu saat kita juga butuh pertolongan mereka. Dan keselamatan serta kebahagian sang penerima transfusi beserta orang-orang di sekitarnya adalah hal yang akan kita dapatkan dari donor darah. Kurasa itu melebihi rasa puas dibandingkan mendapatkan sebuah trofi dari ajang kompetisi, karena darah didonasikan tanpa nama dan tanpa pamrih.

Saturday, May 3, 2014

Zahida: Satukan Hati Temukan Jiwa Relawanmu

Hanya rintangan yang menguatkanku pada kancah perjuangan tak bertepi. Ketika arus badai kian dahsyat menggempur raga, kurasa aku tak tau dimana jiwaku harus berpijak. Gelisah melanda hingga keberontakan menggemparkan batin. 

Harus kuarungi untuk menemukan pintu masuk bagiku. Mengembara melintasi laut tak bertepi. Mengarungi angkasa tiada batas. Kelak perjalanan ini, kasih Ilahi kan semakin mengisi relung jiwaku. Jiwa yang berlambang palang merah berhias melati. Yang menetap di dada kiri. MOS waktu pertama kali semua ditempat ini diperkenalkan. SMP 1 Cilegon tepatnya dimana aku belajar untuk masa depan dan meraih semua yang aku cita-citakan. Demo eskul yang memikat hati itu PMR, dimana nanti akan belajar berbagi untuk kemanusiaan. Aku bersama teman-teman baru memilih PMR dibanding eskul lain. 

Bulan demi bulan kami belajar tentang kepalang merahan, pertolongan pertama, remaja sehat peduli sesama, Donor Darah, dll. Yang berlandaskan 7prinsib Palang merah dan bulan sabit merah serta Tri Bakti. Calon anggota PMR berjumlah sekitar 150 lebih. Pertama kalinya di daerah cilegon peminat ekstrakulikuler mencapai angka sebesar itu. Tetapi pertanyaan besar sungguh mengejutkan, dua hari menjelang Diklatsar hanya 53 orang saja yang mengikuti. Entah mereka takut akan terjadi bully atau apapun. 1-12-2012 Diklatsar perdana akan dilaksanakan dari jam 3 sore, dan pada hari itu juga hari HIV/AIDS sedunia. Dalam Diklat ini bertemakan Satukan Hati Temukan Jiwa Relawanmu, yang diharapkan untuk menjadi calon dari kader-kader relawan masa depan yang berprinsip dan menjalankan tri bakti. 

Upacara pembukaan berlangsung dengan menyanyikan lagu Mars Palang Merah. Dilanjutkan dengan kegiatan penjelasan pp dan dapur umum kegiatan awal. Malam harinya evaluasi pembelajaran 7 materi yang ditutup dengan ESQ untuk merenungkan kesalahan pada diri yang sebelumnya berprilaku kurang baik. Mutiara yang jatuh dipelupuk mata hanyalah sebuah penyesalan tentang banyaknya kesalahan. Membenahi diri kedalam hingga merubah sudut pandang negatif. Kurang lengkap rasanya bila tak ada jurit malam pada saat diklatsar. Dari cerita yang banyak ku dengan banyak sekali senior yang memberikan perlakuan tidak semestinya. Lain hal dengan pendapatku. Satu hari tepatnya dalam diklatsar senior ingin mendidik bukan untuk meluapkan rasa emosi. Senior ingin junior sebagai penerus bisa lebih banyak mendapati prestasi yang lebih gemilang. Dan tentu saja, selama jurit malam tak ada main tangan yang melukai fisik. Dalam jurit malam ini kami mendapatkan syler. 

 Sebelum Upacara penutupan kami melakukan simulasi gempa bumi, banjir, dan tsunami. Dilanjutkan permainan untuk menyatukan solidaritas dan untuk belajar menjadi seorang pemimpin bila terjadi masalah. Senyum merekah, bak bunga yang baru bermekaran, seakan lazuardi membuka tabirnya penuh suka cita, Berakhir acara dengan tepuk tangan meriah. Kami bukan teman, sahabat, apalagi musuh. Tapi kita adalah keluarga jiwa kami bersatu untuk kemanusiaan, menjadi calon penerus relawan. Lambang palang merah ini terletak didada kiri. Bakti kami hingga jantung berhenti berdetak. Dan bukan hanya untuk ajang ketenaran melainkan pengabdian. Ketenaran akan tergantian, tetapi pengabdian seluruh jiwa raga tertumpahkan sampai akhir hayat. 

Terima hasih Tuhan, semoga rencana-Mu adalah misteri bagi kami dan Engkau memberikan yang terbaik. Semua rintangan hendak melumatkan kami dalam perjuangan kancah tak bertepi.

Yusuf: Dulu Hingga Kini: Kisahku Bersama PMI

Berbicara tentang PMI membawa ingatan saya kembali pada situasi 15 tahun yang lalu, saat mengikuti aktifitas Palang Merah Remaja (PMR) ketika masih mengecap bangku SMP.PMR menjadi salah satu organisasi yang menarik perhatian saya saat memasuki SMP. Pikiran saya sederhana, keinginan saya untuk menjadi dokter kala itu membawa saya ingin terlibat dalam organisasi yang bersifat medis, meskipun awalnya saya hampir tidak memahami seberapa signifikan ilmu dan keterampilan yang diajarkan.

Saya ingat, salah satu hal yang menggoda adalah previlege para petugas PMR yang dapat duduk manis di ruang UKS dengan dalih bertugas saat upacara setiap hari Senin. Namun, yang paling berkesan adalah ketika di kemudian hari, saya terpilih menjadi ketua PMR tingkat SMP. Tidak ada pilihan lain, selain menjalankan aktifitas organisasi yang menyenangkan bersama sahabat dan kebanggaan saat beberapa kali menjuarai lomba kepalangmerahan. Meskipun pada akhirnya tidak lagi tenggelam dalam aktifitas kepalangmerahan selepas SMP hingga saat menekuni profesi dokter,kilas balik kenangan tentang PMR membuat saya sadar. 

PMR sebagai organisasi underbow PMI, secara khusus memberikan perhatian pada remaja usia sekolah, mengajak siswa siswi untuk melek terhadap permasalahan kesehatan remaja sekaligus kegiatan promotif dan preventif terhadapnya.Salah satu yang membekas dalam ingatan adalah tentang pendidikan seks remaja dan bagaimana peranan remaja menyikapi permasalahan kesehatan melalui pendidikan remaja sebaya.Dalam PMR, hal tersebut telah diajarkan secara gamblang.Tindakan pertolongan pertama pun diberikan.

 Meskipun hanya tindakan pertolongan sederhana berupa prinsip dasar teoritis dan praktis yang seharusnya dapat dipahami dan dipraktikan dalam situasi kegawatan, namun penting agar upaya pertolongan pertama tidak justru memperburuk kondisi korban. PMR memberikan pendidikan pertolongan pertama yang seharusnya menjadi keterampilan dasar yang perlu dikuasai masyarakat awam dan diintegrasikan dalam sistem pendidikan. Sebagai sebuah organisasi, PMR menjadi wahana untuk mengasah softskill sekaligus kebersamaan kolektif yang sangat bermanfaat. PMR merupakan satu kegiatan PMI yang kebetulan saya pernah terlibat. Aktifitas PMI yang saya ikuti saat ini hanyalah kegiatan donor darah. 

Beberapa kesempatan saya diingatkan akan pentingnya aktifitas ini, salah satunya ketika seorang anggota keluarga saya memerlukan transfusi darah. Meskipun pada akhirnya kebutuhan darah tercukupi, saya tersadar, tidaklah mudah untuk mendapatkan donor dengan golongan darah yang sesuai dalam jumlah mencukupi. Kesempatan lainnya yaitu selama aktifitas pendidikan dokter di rumah sakit yang membuat saya dihadapkan dengan situasi saat salah seorang pasien memerlukan transfusi darah. Saat itu kebetulan golongan darah saya sesuai.Dengan senang hati, saya donorkan darah saya. Hingga pada suatu hari, ketika salah salah satu rekan memberi kabar bahwa pasien yang pernah saya beri sumbangan darah tersebut akhirnya meninggal, namun istrinya menitipkan salam dan ucapan terima kasih untuk saya. Saya merasa tersentuh. 

Semenjak itu saya makin rutin melakukan donor darah setiap 3 bulan. Bagi kami praktisi medis, menyadari betul peran PMI dalam peningkatan status kesehatan masyarakat khususnya diIndonesia. PMI merupakan organisasi kemanusiaan yang bergerak dalam berbagai lini aktifitas sosial, mulai dari edukasi, pelayanan kesehatan, mitigasi bencana hingga pemberdayaan masyarakat. Mengingat peran besarnya, dalam rangka Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Sedunia, saya sangat berharap semoga PMI makin berkembang dalam memberikan pelayanan kemanusiaan, khususnya bagi masyarakat Indonesia.Semoga Palang Merah Indonesia tetap Jaya!

Yogi: Dari Twitteran Berujung Kebahagiaan

Teringat ungkapan “Setetes darah anda berguna untuk menolong sesama”. Maka sejak diusia 15 Tahun dimana ketika saat itu sudah mengenal apa yang namanya donor darah dan sejak saat itu pula ada keinginan dalam hati untuk melakukannya. Namun hal itu urung dilakukan mengingat kualifikasi umur belum memenuhi syarat untuk melakukan donor darah. 

Setelah menunggu, akhirnya niatan untuk melakukan donor darah bisa terwujudkan. Saat itu sekolah mengadakan bhakti sosial yang digagas oleh PMR (Palang Merah Remaja). Akhirnya saya memutuskan untuk ikut dan Alhamdulillah lolos dari segala kualifikasi yang ditetapkan meski sebelumnya ditakut-takuti oleh teman tapi niat yang sudah tertanam tetap tidak bisa dirubah oleh apapun dan akhirnya sekantung darah telah menjadi saksi betapa hebatnya ketika suatu perbuatan yang telah diniatkan bisa terlaksanakan dan rasa puas itu sungguh sangat luar biasa. Itulah pertama kalinya saya melakukan donor darah saat duduk dibangku kelas XII SMA.

 Setelah lulus SMA saya memutuskan untuk melanjutkan study di Yogyakarta. Kota yang menyimpan sejuta kenyamanan dan keindahan. Setelah beberapa hari tinggal di Yogyakarta, tetapi rasa nyaman itu membuat semakin kerasan tinggal di Yogya, hanya saja saat itu belum tahu seluk beluk tempat – tempat di Yogya. Seiring berjalannya waktu sedikit demi sedikit mulai mengetahui jalanan dan tempat di Yogya ini. Belum genap satu bulan tinggal di Yogya, ketika sedang asyik main twitteran, saya melihat salah satu akun pemberi segala informasi seputar Yogyakarta. Ketika saya itu saya tweet tersebut sekitar pukul 20:00 WIB dan tweet tersebut diinformasikan sudah sejak satu jam yang lalu. Saya terhenyak ketika seseorang yang disebutkan di tweet tersebut membutukna golongan darah O sekitar belasan kantong darah. 

Akhirnya saya memutuskan untuk menghubungi Contact Person yang dicantumkan dalam isi tweet tersebut melalui sebuah sms untuk menawarkan bantuan darah. Setelah menunggu sekitar 15 menit, handphone berbunyi kemduian nomor yang saya hubungi tadi memberikan respon yang saya ingat isinya “Terimakasih atas kepedulian Mas, namun Alhamdulillah kantong darah yang diperlukan sudah terpenuhi, tetapi apakah mas bersedia jika suatu saat mas kami hubungi jika masih kekurangan darah?”. Melihat jawaban seperti demikian entah dari mana perasaan serasa lega mendengar kebutuhuan darah sudah terpenuhi, bukan karena lega tidak jadi mendonor tapi ada perasaan luar biasa ketika si korban tersebut sudah terpenuhi kebutuhan darahnya. Setlah itu saya membalas pesannya “Alhamdulillah, Iya saya siap mbak”. 

Saat setelah komunikasi tersebut diakhiri setengah jam kemudian saya mendapatkan sms kembali dari seseorang yang saya hubungi tadi dan di sms itu dikatakan bahwa dibutuhkan darah untuk seorang anak kecil sekitar umur 5 tahunan juga membutuhkan lumayan banyak kantung darah. Tanpa piker panjang saya langsung mengiyakan dan langsung menuju rumah sakit tersebut namun ada satu masalah dimana Rumah Sakit yang disebutkan saya tidak mengetahui letaknya dimana dan setelah berkomunikasi sedemikian rupa dengan seseorang yang saya ketahui kemudian adalah seorang wanita dia menuntun saya hingga sampai dirumah sakit melalui smsnya. 

Kemudian saya mendonorkan darah dan ketika melihat jam saya terhenyak ketika jam menunjukkan pukul 22.35 berarti sekitar satu jam setengah mencari-cari rumah sakit tapi Alhamdulillah rasanya bahagia darah ini bisa membantu orang lain.

Wita: Masker yang Mengubahku

Setiap bencana alam terjadi, disitulah anda akan melihat lambang PMI yaitu palang merah Indonesia. Dimana anda akan melihat banyak sekali relawan yang terlibat dalam kegiatan respon bencana tersebut. Jujur, aku bukan orang yang peduli dengan hal-hal semacam itu. Sebaliknya, aku malah menutup mata dan telinga dengan segala yang terkait dengan hal tersebut. 

Di pikiranku selalu mempertanyakan banyak pertanyaan “mengapa orang-orang mau peduli dengan hal seperti itu?, sedangkan mereka tau kalau itu juga akan membahayakan mereka, apa tidak membuang-buang tenaga dan waktu? Berapa uang yang mereka dapat dari pekerjaan semacam itu?”. 

Memang, apa yang mereka lakukan adalah sikap kemanusiaan tetapi jika sampai membahayakan diri mereka bahkan sampai kehilangan nyawa saat ingin menyelamatkan orang lain tentu semakin membuatku tak ingin melakukannya. Sebelumnya aku tidak pernah merasakan bencana alam di tempat tinggalku sampai akhirnya aku merantau sebagai mahasiswa di Universitas swasta di Yogyakarta yang akhirnya mengubah segalanya tentang diriku. Enam bulan aku tinggal di kota Yogyakarta, semuanya baik-baik saja dan berjalan seperti adanya. 

Suatu hari hatiku merasa bimbang saat mendengar berita tentang gunung kelud yang diakabarkan akan meletus. Memang jaraknya lumayan jauh dari Yogyakarta tapi sebagai perantau yang jauh dari keluarga tentu menjadi hal yang ditakutkan apalagi aku yang tidak pernah merasakan hal semacam ini. Jum’at 14 Februari 2014 hal yang ditakutkanpun terjadi. Gunung kelud memuntahkan segala yang ada di dalam perutnya, batu kerikil, serta abu vulkanik. 

Pagi hari saat aku membuka mataku, betapa terkejutnya aku melihat abu vulkanik menghujani Yogyakarta hingga semua menjadi putih bagaikan salju musim dingin yang turun di daerah tropis. Secepatnya aku beranjak keluar membeli masker untuk melindungi diriku dari abu yang berbahaya itu. Karena jauh dari apotek, satu persatu toko dan minimarket yang menjual masker aku masuki dan jawabannya adalah “habis”. Betapa sulitnya aku mencari masker melewati jalan yang berdebu tebal bukan main tanpa pelindung. Sampai diujung perempatan jalan akhirnya aku mendapatkan masker pelindung dari sekelompok relawan di jalan menggunakan syal berlambangkan palang merah dengan tulisan PMI yang membagikan masker tanpa peduli debu tebal demi membantu orang yang kesulitan. Sebuah masker yang ia berikan itu mengetuk hatiku dan membuka nurani kepedulianku. 

Aku merasa sangat tertolong dengan sebuah masker ini, meskipun harganya tidak seberapa dibandingkan dengan uang yang ada di dompetku tetapi ini sangat berharga disaat aku memang membutuhkannya. Disini aku mulai berpikir sebenarnya apa yang mereka berikan memang tidak seberapa nilai materilnya tapi sesuatu yang kecil ini sangat berharga besar bagi orang yang membutuhkan. Inilah yang mengubah kepribadianku menjadi seorang yang peduli terhadap sesama dan berkemanusiaan. 

Akhirnya tertanamlah di dalam hatiku sebuah prinsip “ sekecil apapun yang kamu berikan akan berarti besar bagi orang yang membutuhkan”. Hingga membuat aku tergabung dalam organisasi kemanusiaan dan menjadi relawan bencana yang bekerjasama dengan PMI. 

Terima kasih aku ucapkan sebesar-besarnya kepada PMI yang tidak hanya menyelamatkan banyak orang, tetapi juga sangat berjasa karena telah membuka mata hatiku menjadi seorang yang peduli dan membuat aku lebih bermanfaat dengan dunia di sekitarku.

Wildan : Puasa Bukan Alasan

”Donor gak ya?” itu adalah pertimbangan dalam pikiran saya ketika diumumkan akan ada acara donor darah di kampus Ali Wardhana ini. Nama kegiatan tersebut adalah ”STAN Mengabdi, STAN Memberi” kegiatan ini adalah dalam rangka memperingati Hari Pabean Internasional (HPI) yang ke-62. Acara yang cukup meriah ini berlangsung dua hari yakni hari rabu, 15 Januari 2014 sampai dengan hari kamis, 16 Januari 2014.

Tanggal tersebut bertepatan dengan tanggal 13 dan 14 bulan shafar 1436 H. Sempat muncul keraguan di dalam benak saya apakah akan mendonorkan darah atau tidak, mengingat ditanggal tersebut untuk pertama kalinya di tahun 2014 ini saya akan melaksanakan puasa Ayyamul Bidh (puasa pertengahan bulan) sesuai dengan perintah Rasulullah. 

Di mana dalam sebuah riwayat disebutkan, Rasulullah berkata: “Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). 

Namun, setelah berpikir beberapa panjang akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti acara donor darah tersebut tanpa meninggalkan puasa yang telah saya rencanakan. Acara siang itu dimulai dengan regristrasi, saya melakukan registrasi bersama teman-teman satu kelas. Sebelum duduk di kursi tunggu, kami diberi snack dan kupon (untuk pengambilan makan dan cinderamata). Tekad saya sudah bulat hari itu, saya akan mendonorkan darah dan tetap berpuasa, snack itu pun saya simpan (pikiran saya waktu itu sih buat buka puasa nanti.). akhirnya giliran saya pun tiba, saya berbaring dan petugas mulai mengambil darah saya. 

Sebelumnya saya bertanya kepada ibu petugas apakah tidak apa-apa kalau saat puasa saya mendonorkan darah. Ibu petugas itu memperbolehkan dan menjawab tidak apa-apa jika seorang yang sedang berpuasa melakukan donor darah. Setelah proses pengambilan darah selesai ibu petugas bertanya apakah saya merasa pusing atau tidak. Saya menjawab tidak, karena memang saat itu saya merasa tidak ada perasaan aneh yang saya rasakan. Saat berjalan menuju pintu keluar untuk mengambil kartu donor darah tiba-tiba kepala saya terasa sangat pening. Mata saya pun berkunang-kunang, Kemudian saya duduk sebentar di tepi pintu keluar, teman saya yang melihat saya tampak tidak sehat kemudian memanggil petugas. 

Dengan sigap bapak petugas itu membawa saya ke bilik tempat beristirahat. Beliau membaringkan saya dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala hal ini bertujuan agar darah mengalir lebih lancar ke tubuh bagian atas. Setelah beberapa saat saya sudah merasa lebih baik dan saya memutuskan untuk beranjak dari bilik itu. Alkhamdulillah saya masih diberi kekuatan untuk berjalan pulang ke-kos. Di kamar kos saya beristirahat sambil menunggu waktu berbuka puasa. Saya tertidur pulas waktu itu, ketika bangun saya merasa tubuh ini sangat ringan dan enak untuk bergerak. Saya merasa sangat sehat seperti semua penyakit hilang dari tubuh ini. 

Akhirnya waktu buka puasa datang,Saya merasa senang sekali karena hari itu saya dapat melakukan dua hal yang InsyaAllah bermanfaat, baik bagi diri saya maupun orang lain. Intinya puasa bukan menjadi alasan buat kita semua berkontribusi dalam acara donor darah. Semoga Tuhan YME mengikhlaskan segala niat dan perbuatan kita dalam membantu sesama.