Darah.
Ah, benda itu begitu berati dan berguna. Paling tidak itu yang kurasakan saat pukul 01.00 WITA saya harus menembus gelapnya dan dinginnya malam. Angin malam itu begitu kencang menerpa badan dan kuda besiku. Sepertinya hujan akan segera turun malam ini. saya harus segera bergegas, ibu yang memerlukan kantong darah sedang dirawat di ruang ICU. Masalahnya semua kakak-kakak dan termasuk saya, tidak ada yang cocok dengan golongan darah ibu. Ada yang cocok, kakak perempuan yang berdomisili di Surabaya. Hal yang mustahil mendatanginya ke Surabaya. Satu-satunya atau hal tercepat adalah ke kantor PMI dengan bekal rekomendasi dari Rumah Sakit.
Setelah perjalanan setengah jam-an, akhirnya sampailah saya di kantor PMI kota Bontang. Pikiranku masih kalut seperti malam itu yang mulai tertutupi kabut. Sampai akhirnya dengan agak terburu-buru kuketuk pintu coklat dengan logo PMI terpampang jelas disitu. Agak keras ketuk secara reflek karena kekalutan hati yang demikian terburu-buru. Seorang petugas membukakan pintunya. Lelaki kurus tinggi. Dia menanyakan keperluanku setelah mempersilahkan duduk di kursi tamu itu. Dengan terburu-buru ku-utarakan maksud dan tujuan sambil menyerahkan surat rekemondasi dari rumah sakit.
Sejenak ia melihat kertas tersebut kemudian masuk ke ruangan pojok sebelah kiri sebelum mengatakan padaku untuk menunggu sejenak sambil menyodorkan air minum.
Setelah hampir 15 menit menunggu, ia akhirnya keluar sambil mengatakan bahwa stok darah golongan yang kuminta sedang habis.
Petugas itu memintaku kembali ke-rumah sakit tempat ibuku dirawat. Karena mungkin pencarian kantong darah sedikit memakan waktu dan dia khwatir saya menunggu terlalu lama. Dia berjanji akan datang secepatnya ke ruang ICU setelah mendapatkan kantong darah yang kuminta.
Lelaki kurus tinggi petugas PMI itu meminta nomor Handphoneku sebelum Saya pergi dan menanyakan nama rumah sakit di kota Taman,Bontang itu.
Rintik-rintik hujan kembali jatuh saat saya di perjalanan kembali menuju rumah sakit tempat Bunda tercinta di rawat. Diruang itu hati mulai kembali galau, kegalauan seorang anak akan kondisi bundanya. Khawatir jika kantong darah yang dipesan tidak berhasil didapatkan. Paling tidak butuh 1 jam menunggu dari PMI. Jika tidak didapatkan maka saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Diluar sana hujan mulai turun dengan deras disertai angin kecang dan suara gemuruh. Kulihat dari jendela Rumah Sakit itu, pohon palm bergoyang meliuk-liuk kesana kemari seakan hendak roboh. Saya benar-benar tidak dapat membayangkan jika dalam kondisi diluar sana saya masih dalam perjalanan.
Tepat saat pintu ICU baru dibuka dan ditutup oleh perawat, Petugas PMI berperawakan tingggi kurus itu masuk sambil tersenyum sumringah. Dia menyapaku dan mengatakan bahwa ia mendapatkan kantong darah yang kuminta. Saya gembira bukan main, seperti ada setetes embun yang membasahi hati ini. Diri ini juga sempat berpikir di hujan deras berkabut seperti ini, petugas PMI itu datang melawan badai demi nyawa seseorang yang bahkan tidak pernah dikenalnya. Pengorbanan menerjang kabut, hujan yang begitu deras serta angin kencang itu, belum ditambah dengan harga dirinya meminjam mobil rumah sakit Pupuk Kaltim tempat PMI berkantor dikarenakan mobil PMI yang sedang dipakai bertugas di tempat lain.
Syukur kepada Tuhan terucap tidak lupa mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada petugas itu dan PMI juga tentunya.
No comments:
Post a Comment