Thursday, April 24, 2014

Nurul A: Aku Bisa

Kisah ini bukan berasal dariku. Tetapi dari seorang teman baikku. Namanya Yasina. Aku memanggilnya Ica. Hujan masih terlalu lebat diluar. Memaksa kami bertahan sedikit lebih lama disini, diruang tunggu sebuah bimbingan belajar. Aku, Ica dan Izza duduk melingkari meja kayu bundar. 

 "Cerita cerita dong. Biar nggak sepi." Kataku. 

"Cerita apa?" Izza menimpali. 

"Cerita pengalamanmu aja Ca, yang waktu kamu donor darah itu!" Kataku bersemangat. Ica mangut-mangut pertanda setuju. Kami duduk kian merapat. 

"Kejadian ini berlangsung sekitar dua tahun yang lalu".

"Aku ingat sekali. Tepatnya tanggal 2 bulan Mei. Tepat dihari ulang tahunku yang ke tujuh belas." 

"Waktu itu OSIS kita sedang mengadakan acara tahunan Persada Blast. Donor darah adalah salah satu dari rangkaian acaranya." (Persada Blast adalah acara tahunan yang diselenggarakan OSIS, untuk memeringati hari jadi sekolah kami, SMAN 2 Jombang) Donor darah disponsori langsung oleh PMI cabang Jombang ekskul PMR sekolah kami. 

"Ini pertama kalinya aku mengikuti donor darah. Keringat dingin keluar dari tubuhku beberapa kali. Perasaan takut, cemas dan khawatir beraduk menjadi satu di sini." Ica menunjuk dadanya. 

 "Oh ya Ca, apa motivasimu mengikuti donor darah?" Izza memotong. 

 "Rasanya, aku ingin berbuat sesuatu dihari ulang tahunku. Sesuatu yang tak kan kulupa. Aku memilih donor darah. Dengannya, aku bisa membantu sesama. Karena motivasiku yang besar pula, aku bisa. Berani menaklukkan ketakutanku." 

"Darah, maksudmu?" Aku menyambung. 

"Benar!" 

"Apalagi golongan darahku AB. Golongan darah yang cukup langka. Jarang orang memilikinya. Limited editionlah." Katanya dengan nada bangga. 

 "Waktu itu donor darah oleh teman seangkatan belum sepoluler sekarang. Maklum, kelas satu dulu kan jarang yang umurnya tujuh belas tahun. Aku datang berdua dengan Linda ke perpustakaan, tempat dilangsungkannya donor darah. Aku saja yang mendonorkan darah. Sedang Linda, dia hanya berteriak menyemangatiku saja." 

"Terus?" 

"Pertama, petugas PMI akan mengecek dahulu kondisiku. Sudah memenuhi syarat atau belum. Syarat pertama sudah mencapai usia tujuh belas tahun dan berat badan minimal 45 kg. Syarat kedua terbebas dari penyakit seperti anemia, hipertensi, hipotensi, hiv, aids, dan segala macam penyakit yang bisa menular lewat darah. Kedua syarat itu bisa kulalui dengan mudah." Ica tersenyum. 

"Kedua, petugas PMI memeriksa golongan dan tekanan darahku. Setelah dirasa memenuhi, barulah dilakukan donor darah. Darah diambil lewat selang yang terhubung dengan jarum sepanjang 10 cm. Jarum inilah yang memasuki lengan kiriku. Darah yang keluar ditampung di kantung yang berkapasitas 600 cc. Waktu pengambilan darah tak lama, sekitar sepuluh menit." 

"Nggak sakit Ca?" Izza bertanya polos. Ica menggeleng. 

"Setelah selesai, panitia memberiku sekotak kue, susu dan merchandise sebagai imbalannya." Aku dan Izza mangut-mangut. 

"Keren deh Ica! Salut sama kamu yang pemberani begitu." Aku mengajungkan dua jempolku. 

"Nah, sekarang kapan nih giliran kalian donor darah?" Ica memancing. Aku dan Izza mengangkat bahu lalu menggeleng serempak. 

"Entahlah. Takut Ca." Jawabku lugu. 

"Jangan pernah kalah sama rasa takut. Demi membantu sesama, kalian pasti bisa." Ica memberi semangat. 

Percakapan kami berakhir ketika jarum jam menunjuk angka lima. Hujan masih mengguyur di luar sana. Menyisakan suara kodok dan jangkrik berceloteh di halaman belakang. Pertanyaan Ica masih menggaung di gendang telingaku. Kapan giliran kalian donor darah?

No comments:

Post a Comment