Awalnya saat saya kelas 2 SMA, mobil PMI beserta petugas medisnya datang ke sekolah.
“Ada apa sih, ada apa sih?” teman-teman penasaran.
“Oh ternyata ada donor darah sukarela, ya”.
Saya yang penasaran, datang untuk melihat ke salah satu ruangan tempat donor darah berlangsung.
“Hayo, kamu berani nggak, donor?” kata teman saya.
“Berani dong” jawab saya mantap.
Ya, pada awalnya saya melakukan donor darah hanya karena saya ingin dianggap pemberani oleh teman-teman saya Tak sedikit teman saya yang masih takut untuk donor, diakibatkan jarum yang digunakan terlihat begitu besar. Sebagian teman saya yang lain mendonorkan darah agar mendapatkan “oleh-oleh” dari PMI.
Cuss, jarum suntik menusuk lengan kanan saya. Petugas terlihat mudah mencari nadi saya untuk ditusuk, karena urat nadi saya terlihat jelas (maklum, saya termasuk kurus, tapi masih masuk berat ideal dan memenuhi syarat untuk donor).
Mendapat kesempatan satu kali untuk donor kembali saat saya menginjak kelas tiga, donor darah sempat terlupakan saat saya melanjutkan studi ke salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Sampai pada suatu saat, BEM Fakultas di kampus saya mengadakan donor darah bagi mahasiswa dan staf kampus.
“Coba lagi ah, buat donor, udah lama enggak donor” pikir saya.
Nah, dari donor di kampus ini saya mulai perhatian sama yang namanya donor darah, karena sempat berbincang-bincang dengan petugas yang menangani donor. Ternyata, donor darah itu ada rentang waktu minimal antara donor satu dan donor lainnya, hal ini berkaitan dengan pembentukan sel darah merah baru, sehingga kita tidak lemas. Saya juga tahu, bahwa donor itu punya banyak manfaat, loh, antara lain donor bisa membantu mendeteksi masalah kesehatan, menurunkan risiko kanker, dan mengontrol tekanan darah. Pendonor juga bisa meningkatkan produksi sel darah merah dan memperkaya cadangan darah yang dibutuhkan. Wah, banyak ya, manfaatnya.
Selain di kampus, saya sempat beberapa kali mendonorkan darah di PMI Tegalgendu, Yogyakarta saat kebetulan ada rekan yang membutuhkan transfusi darah. Di PMI Tegalgendu saya belajar lebih banyak lagi, bahwa ternyata sering kali stok darah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan darah di suatu daerah, karena permintaan lebih besar daripada stok darah yang ada. Terkadang saya ikut prihatin, bagaimana ya, ketika ada seseorang yang sudah sangat membutuhkan darah, tapi stok darah lagi kosong? Maka dari itu, saya sangat mengapresiasi pihak PMI yang sering melakukan upaya “jemput bola” ke kampus, atau saat ada sebuah event, untuk bekerjasama mengadakan donor darah sukarela.
Ada juga yang menarik di PMI, saya melihat daftar pendonor darah terbanyak, ada yang 50 kali, 40 kali, waah, kalau dirata-rata setahun 3 kali donor, berarti mereka sudah belasan tahun mendonorkan darahnya. Nah, itu bukti donor tu enggak bikin sakit kan? Malah bikin sehat.
Saya juga senang PMI selalu meningkatkan pelayanannya, antara lain menggunakan peralatan medis yang lebih modern, seperti penimbang darah elektrik, pendeteksi hB elektronik, dan lain sebagainya. Awal saya donor, amsih banyak yang dilakukan secara manual.
Banyak kan, manfaat donor darah? Yuk, donor untuk sesama. Senangnya jika bisa saling membantu dan berbagi.
No comments:
Post a Comment