Wednesday, April 23, 2014

Septiana: Sepenggal Kisah Remaja Palang Merah

Jika mendengar nama Palang Merah hatiku lantas tertarik. Bagaimana tidak masa peralihanku ku habiskan bersama materi-materi Palang Merah. Tujuh Tahun sudah ku mendalami dunia ini. Sejak ku menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama aku selalu aktif di kegiatan ini. Rasa antusiasku yang begitu tinggi di bidang kesehatan terus mendorongku untuk meneladani jejak Ibunda Florence Night Ingale dan Ayah Jean Hendry Dunant. Kecintaanku terhadap Palang Merah tidak berhanti sampai disitu. Selepas ditingkat Madya aku melanjutkan Ke Tingkat Wira. Aku dipercayakan untuk menjadi Ketua PMR. Banyak dari teman-temanku berkata “ Septy apa kamu tidak bosan dari SMP ikut PMR terus bukannya materinya itu-itu saja” Aku hanya tersenyum mendengarnya sembari berkata “Aku ikhlas cinta PMR toh manfaatnya banyak selain aku tau tentang kesehatan aku juga di bekali ilmu organisasi dan bisa jadi ajang prestasi juga” 

Banyak kegiatan yang telah kulalui mulai dari baksos, latihan rutin, program-program Ke-Palangmerahan, lomba hingga JUMBARA. Dan hal yang paling membuatku berkesan adalah saat Lomba Palang Merah. Karena aku sempat menyerah saat mengikuti lomba Pertolongan Pertama. Aku bertindak sebagai Leader saat itu. Memberikan bantuan nafas cepat membalut luka dan perdarahan hingga memasang bidai bagi yang mengalami patah tulang maupun dislokasi. Kami bertempur melawan waktu dan ketepatan. Pasca pertolongan aku dan Teamku malanjutkan proses evakuasi melewati halang rintang. Kami saling tiarap merayap di sebuah sekat yang sangat sempit. Aku menarik korban yang tengah dibawa diatas punggung kawanku. Rekanku yang satu mendorong dari belakang. Tapi sepertinya tenagaku telah habis. Seluruh anggota gerakku tak mampu lagi untuk digerakkan. Peluhku bercucuran bak air hujan yang dahsyat. Mataku berkunang-kunang. Maaf aku ingin menyerah. Aku tak mampu lagi meneruskannya. Kami diam membatu disitu. 

Namun sayup-sayup ku dengar suara suara eluan penyemangat memanggil namaku dan almamater Sekolah. Oh itu suara teman-teman pengurus, pelatih, dan pembina PMRku. Angankupun terbesit pada kakak-kakak KSR dan PMI yang rela berjuang menolong para korban bencana. Mereka saja sigap dan mampu melaksanankan SUMBANGSIHnya. Masa aku yang hanya ajang lomba simulasi sederhana menyerah begitu saja. Bagaimana nasib korban ini, pertolongan tinggal selangkah lagi. Aku tidak boleh menjadi penolong yang memikirkan keselamatan sendiri. Dan ternyata hebat penyemangat itu mampu menular dalam team kami. Akhirnya dengan mengumpulkan sisa sisa tenaga kami bekerja sama dan meneriakan kata “PASTI BISA HARUS BISA MEMANG BISA” Tak terasa kami sampai ketitik akhir halang rintang untuk menuju Rumah Sakit. Disitu kami di evaluasi oleh juri-juri PMI dan aku sungguh tak menyangka jerih payah kami berbuah manis. Trophy Emas menjadi milik kami. Olimpiade Palang Merah yang kuikuti juga meraih Juara I. Rasa lelah latihan dan perjuangan selama ini terbayar sudah. Kami semua menangis mengucap syukur karena sekolahku di nobatkan menjadi Juara Umum. 

Kini meski cita-citaku menjadi seorang dokter dan anggota PMI tetap belum terwujud, tapi itu tak mengapa. Disekolah tempatku bekerja sekarang aku diamanati oleh Kepala Sekolah untuk menjadi Pelatih PMR Biarkan setitik ilmu medis dasar yang kumiliki kuperluaskan untuk adik adik generasi masa depan dan masyarakat. Jaya Terus PMI jangan lelah tuk terus mengantarkan jasa. Siamu Tutty Fratel

No comments:

Post a Comment