Saturday, April 26, 2014

E. Kristin: Persahabatan Bersemi Di PMR Sekolah

Siang itu, matahari cukup terik. Aku dan sahabatku Niken berjalan ke arah penjaja makanan dan minuman yang berderet di sepanjang jalan menuju sekolah kami. Dan percayalah, sungguh menggugah selera, setidaknya selera kami anak-anak 15 tahunan yang tengah kelaparan dan terutama, kehausan.

“Tin, Aldi dari kelas 2E nitip salam tuh buat kamu.” Ujar Niken sambil menyikut lenganku.

“Aldi 2 E?  Oh, anak PMR itu? Memangnya kenapa? “ Sahutku tak acuh.

“Iya, Aldi anak PMR, dia satu ekskul denganku. Cakep, loh!” Lagi-lagi Niken menyikutku sambil mengedip-kedipkan sebelah matanya.

“Ampun, matamu Ken...kenapa? Kelilipan?” candaku sambil menunjuk mata Niken yang berkedip-kedip.

“Iya, deh. Gunung es!” Kata Niken lagi. Aku hanya tertawa kecil mendengarnya.

Hari Sabtu selalu menjadi hari yang menyenangkan bagi warga SMUN 1 ini karena tiap kelas hanya ada satu mata pelajaran saja. Setelahnya, siswa siswi bisa menjalani kegiatan ekstrakurikuler yang sudah dipilih dan tentunya disenangi. Niken asyik dengan kegiatan PMR-nya, bahkan ia sangat ingin pergi ke daerah bencana untuk mempraktikkan langsung ilmu PMR-nya. Sedangkan aku, aku di sini, di lapangan basket sekolah kami, asik mendribble dan mengacaukan perhatian lawan dengan bola basket yang bergerak lincah di tanganku. Ya, aku suka sekali dengan olah raga basket. Tiba-tiba...

“Duagh. terjadi benturan keras di kepalaku, rasanya nyeri sekali, pandanganku gelap dan terasa ada cairan asin mengalir dari hidungku. Aku pun tak ingat apa-apa lagi, hanya terdengar teriakan Risma kapten basketku.

“Ya, ampun, Kristin.”

Semuanya putih, apa aku berada di alam lain? Lamat-lamat aku mendengar suara seseorang.
“Kris, kamu sudah sadar?”

Suara laki-laki terdengar. Aku tak bisa berkata-kata, hanya erangan kecil saja bersamaan dengan rasa sedikit pusing yang melandaku.

“Kamu tenang ya, sekarang kamu coba duduk, condongin badan kamu ke depan, mulut kamu dibuka.” Suara itu kembali terdengar, lalu aku merasa tubuhku dipapah bangun oleh seseorang, atau mungkin ada dua orang? Entahlah.

Aku pun bangkit dan duduk perlahan. Kesadaranku mulai pulih sepenuhnya, di depanku ada Risma, di samping kananku ada sahabatku Niken, dan di sebelah kiriku. ada Aldi yang menatapku cemas.

“Mulut kamu buka, Kris. Biar darah mimisan kamu nggak menutup jalan nafas.” Aldi berkata lagi. Oh, rupanya tadi suara Aldi toh yang aku dengar.
“Biar aku sambil tekan hidungnya, Di.” Itu suara Niken yang terdengar sangat khawatir, ah, sahabatku ini, dia pasti hampir menangis tadi.

“Tekan di bagian bawah tulang hidung, pas di bagian ujungnya, Ken. Terus pelan-pelan kamu lepas.” Terdengar Aldi memberikan instruksi lagi. Sebagai anggota PMR, Aldi tampak sangat ahli.

“Kompres pake es aja nih, aku sudah masukkan ke dalam kompresan ini esnya.” Dio datang sambil membawa kompresan yang oleh Niken ditempelkan di bagian hidungku.

“Kompres es ini gunanya untuk mempersempit pembuluh darah”. Aldi berkata sambil tersenyum yang cukup manis.


Akhirnya, mimisanku berhenti. Rupanya tadi di lapangan, aku terkena bola nyasar yang ditendang oleh teman yang sedang berlatih ekskul sepakbola. Aku langsung dilarikan ke UKS sekolah. Sejak saat itu, aku dan Aldi bersahabat, ya, hanya bersahabat. Kami masih sangat muda, persahabatan adalah yang terbaik. Ternyata PMR itu sangat bermanfaat, terutama untuk pertolongan pertama pada kecelakaan.

No comments:

Post a Comment