Siang itu,
matahari cukup terik. Aku dan sahabatku Niken berjalan ke arah penjaja makanan
dan minuman yang berderet di sepanjang jalan menuju sekolah kami. Dan percayalah,
sungguh menggugah selera, setidaknya selera kami anak-anak 15 tahunan yang
tengah kelaparan dan terutama, kehausan.
“Tin, Aldi
dari kelas 2E nitip salam tuh buat kamu.” Ujar Niken sambil menyikut lenganku.
“Aldi 2 E? Oh, anak PMR itu? Memangnya kenapa? “ Sahutku
tak acuh.
“Iya, Aldi
anak PMR, dia satu ekskul denganku. Cakep, loh!” Lagi-lagi Niken menyikutku
sambil mengedip-kedipkan sebelah matanya.
“Ampun, matamu
Ken...kenapa? Kelilipan?” candaku sambil menunjuk mata Niken yang berkedip-kedip.
“Iya, deh.
Gunung es!” Kata Niken lagi. Aku hanya tertawa kecil mendengarnya.
Hari Sabtu
selalu menjadi hari yang menyenangkan bagi warga SMUN 1 ini karena tiap kelas
hanya ada satu mata pelajaran saja. Setelahnya, siswa siswi bisa menjalani
kegiatan ekstrakurikuler yang sudah dipilih dan tentunya disenangi. Niken asyik
dengan kegiatan PMR-nya, bahkan ia sangat ingin pergi ke daerah bencana untuk
mempraktikkan langsung ilmu PMR-nya. Sedangkan aku, aku di sini, di lapangan
basket sekolah kami, asik mendribble
dan mengacaukan perhatian lawan dengan bola basket yang bergerak lincah di
tanganku. Ya, aku suka sekali dengan olah raga basket. Tiba-tiba...
“Duagh. terjadi
benturan keras di kepalaku, rasanya nyeri sekali, pandanganku gelap dan terasa
ada cairan asin mengalir dari hidungku. Aku pun tak ingat apa-apa lagi, hanya
terdengar teriakan Risma kapten basketku.
“Ya, ampun, Kristin.”
Semuanya
putih, apa aku berada di alam lain? Lamat-lamat aku mendengar suara seseorang.
“Kris, kamu
sudah sadar?”
Suara
laki-laki terdengar. Aku tak bisa berkata-kata, hanya erangan kecil saja
bersamaan dengan rasa sedikit pusing yang melandaku.
“Kamu tenang
ya, sekarang kamu coba duduk, condongin badan kamu ke depan, mulut kamu
dibuka.” Suara itu kembali terdengar, lalu aku merasa tubuhku dipapah bangun
oleh seseorang, atau mungkin ada dua orang? Entahlah.
Aku pun
bangkit dan duduk perlahan. Kesadaranku mulai pulih sepenuhnya, di depanku ada
Risma, di samping kananku ada sahabatku Niken, dan di sebelah kiriku. ada Aldi
yang menatapku cemas.
“Mulut kamu
buka, Kris. Biar darah mimisan kamu nggak menutup jalan nafas.” Aldi berkata
lagi. Oh, rupanya tadi suara Aldi toh yang aku dengar.
“Biar aku
sambil tekan hidungnya, Di.” Itu suara Niken yang terdengar sangat khawatir,
ah, sahabatku ini, dia pasti hampir menangis tadi.
“Tekan di
bagian bawah tulang hidung, pas di bagian ujungnya, Ken. Terus pelan-pelan kamu
lepas.” Terdengar Aldi memberikan instruksi lagi. Sebagai anggota PMR, Aldi
tampak sangat ahli.
“Kompres
pake es aja nih, aku sudah masukkan ke dalam kompresan ini esnya.” Dio datang
sambil membawa kompresan yang oleh Niken ditempelkan di bagian hidungku.
“Kompres es
ini gunanya untuk mempersempit pembuluh darah”. Aldi berkata sambil tersenyum
yang cukup manis.
Akhirnya,
mimisanku berhenti. Rupanya tadi di lapangan, aku terkena bola nyasar yang
ditendang oleh teman yang sedang berlatih ekskul sepakbola. Aku langsung
dilarikan ke UKS sekolah. Sejak saat itu, aku dan Aldi bersahabat, ya, hanya
bersahabat. Kami masih sangat muda, persahabatan adalah yang terbaik. Ternyata
PMR itu sangat bermanfaat, terutama untuk pertolongan pertama pada kecelakaan.
No comments:
Post a Comment