Tuesday, April 29, 2014

Bikhatul : Experience from red cross

Sudah satu tahun lebih aku menjadi anggota PMR di sekolahku. Dimulai tanggal 1 Desember 2012, aku memutuskan untuk mengikuti ekskul PMR karena aku tertarik dengan dunia medis dan aku suka materi-materi PMR seperti kesiapsiagaan bencana dan pertolongan pertama. Tak lupa juga rasa menjujung tinggi rasa kemanusiaan dan jiwa sosial semakin dipupuk ketika aku tergabung dalam ekskul tersebut. Banyak pengalaman dan pelajaran yang dapat aku adopsi ketika aku mulai terjun ke dunia palang merah. 

Misalnya saja pada saat aku menemui orang yang terluka pada saat kecelakaan di medan sulit. Karena aku sudah banyak tau tentang materi PP kucoba untuk menolong korban dibantu dengan masyarakat sekitar. Setelah selesai memberikan pertolongan pertama kami langsung melarikan korban ke puskesmas terdekat karena akses jalan untuk ke rumah sakit membutuhkan waktu yang lama. Sesampainya disana, dokter segera memeriksa dan merawat korban. Tak lama kemudian sang dokter keluar dari ruang UGD. “Terima kasih Nak, berkat pertolongan pertamamu korban masih bisa bertahan hidup.” kata dokter. Dengan senyuman haru aku menyambut dokter dan menceritakan perjuangan kami ketika menolong korban yang hampir terperosok ke jurang. 

Dari situlah aku memaknai arti dari sebuah kepedulian, gotong royong, dan semangat yang sangat kita butuhkan dimana pun kita berada saat orang lain membutuhkan kita atau sebaliknya. Pengalaman selanjutnya kudapat dari diriku sendiri yang pernah mengalami kecelakaan juga, mendonorkan darah, dan yang paling menegangkan adalah pengevakuasian korban gunung kelud. Disinilah aku berganti peran menjadi korban. Gunung kelud terletak sekitar 30 km dari rumahku. Tentunya dapat kami rasakan sensasi wedhus gembel dan lahar panas yang muncul pada malam hari tanggal 14 Pebruari silam. Kami sekeluarga panik dan ingin mengungsi walaupun rumah kami terletak pada zona aman. 

Satu jam sebelum meletusnya gunung kelud banyak orang yang mengungsi di selatan rumahku. Kulihat banyak orang yang tidak membawa perlengkapan apa-apa. Mungkin karena terburu-buru. Bapak-bapak dari satuan tentara, polisi, dan pasukan pmi serta relawan menolong proses evakusi penduduk menuju ke tempat yang lebih aman. Sejauh yang kulihat berkat para penolong itulah korban gunung kelud dapat diminimalisasi. Duar. Kurang lebih seperti itulah bunyi letusan yang terdengar pada 23.00 WIB. Petir menyambar-nyambar dari puncak gunung menunjukkan dahsyatnya kekuatan Allah SWT bisa terjadi kapan saja. Banyak dari warga desaku yang keluar rumah untuk melihat kejadian tersebut. Kami hanya khawatir hujan abu vulkanik merambat sampai ke desa kami seperti yang terjadi pada tahun 1990 silam. 

Selang empat jam kemudian keadaan mulai tenang, kendaraan yang lalu lalang tidak seramai pada jam-jam sebelumnya. Warga mulai kembali ke rumah masing-masing. Setelah subuh kulihat halaman rumahku bersih, tak ada segelintir debu abu-abu pun yang singgah. Terucap kata “alhamdulillah” dari keluargaku. Sungguh tragedi kelud itu telah menyadarkanku betapa pentingnya orang lain bagi kita dan kuasa Tuhan tidak mampu ditandingi manusia sepintar apapun sekuat apapun.

No comments:

Post a Comment