Wednesday, April 23, 2014

Ardiana: Kami Relawan dan Kami Indonesia

Pagi ini, kutuliskan jejeran huruf ini untuk menceritakan kisah yang luar biasa. Ingatanku kembali pada sebuah daratan di tepian waduk Selorejo, Ngantang, Malang. Hampir satu tahun yang lalu, daratan ini dipenuhi tenda rofi putih yang terkaveling rapih dihiasi berbagai umbul-umbul dan lampu-lampu dengan gapura yang tegak berdiri. Aku seperti melihat miniatur nusantara. Penduduknya adalah kami, manusia yang seakan tak ingin lelah, entah dari mana kami mendapatkan energi puluhan kali lipat lebih banyak, lebih besar dan lebih tahan lama, dipunggung kami seperti tertanam panel-panel surya, jika terpanggang sinar matahari bukannya mlempem justru mengalirkan energi yang lebih banyak. Kami bahkan tak berhenti tersenyum saat bibir membiru dan jemari tak terasa karena kedinginan. Alunan lagu penyemangat terdengar memenuhi Selorejo, dari subuh sampai hampir subuh lagi.

Hari-hari itu adalah hari yang penting bagiku dan ribuan relawan PMI lainnya. Selorejo menjadi tempat terselenggaranya Temu Karya Relawan Nasional ke V. Aku adalah bagian tim provinsi Jawa Tengah, dan aku menjadi satu dari penduduk ‘kampoeng relawan’ ini yang menyaksikan indahnya PMI dan mempesonanya Indonesia. Seminggu penuh, TKRN V ini digelar. Seminggu penuh akan terkenang.

Matahari belum tinggi, sebagian cahayanya tersembunyi dibarisan pegunungan yang mengelilingi Selorejo, kabut masih menyelimuti danau tapi kami, tim kontingen Jawa Tengah sudah berlari mengitari dan menyapa teman relawan senusantara ini, tak ada yang gemetar apa lagi menggigil semuanya lantang bernyanyi lagu penyemangat. Tidak hanya kami, tim dari berbagai provinsipun demikian, seakan tak ingin kalah lagu-lagu mengalun bersahut-sahutan.

Kegiatan TKRN memang diawali dengan olahraga bersama, baru rangkaian kegiatan yang dirancang semenarik mungkin, seminar, permainan, perlombaan, stand up comedy, pameran kebudayaan, anjangsana, kirab seni, wisata, dan berbagai kegiatan lainnya. 

Setiap kontingen mendapatkan teman relawan dari negara lain, Jawa Tengah berkesempatan menjadi tuan rumah bagi relawan Prancis dan Jepang, kami sepakat memanggil mereka Parjo (Sébastien Nouveau) dan Ngatmi (Hitomi Sasaki). Aku ingat betul hari pertama kali Parjo dengan bahasa Inggris aksen sengaunya memperkenalkan diri dihadapan kami, juga Ngatmi yang membawa bambu permohonan khas Jepang, dan membagikan permen marshmallow.  Dan ingat betul bagaimana kami harus duduk melingkar, menangis bersama ketika harus berpisah. Tapi semuanya menyenangkan.

Setiap hari, aku seperti diracuni ilmu, tempat ini menawarkan sebuah pengalaman inteketualitas, dan menantangku untuk memacu kemampuan serta krativitasku, orang-orang hebat yang tak aku temui di kampung halamanku berkumpul disini, aku menyerap begitu banyak pelajaran dalam waktu yang relatif singkat. Setiap hari, ada saja hal baru yang menggairahkan kuperoleh, tak hanya sekedar urusan pertolongan pertama, siap siaga bencana atau ilmu lain yang kudapatkan dibangku sekolah hingga kuliah. Tapi  lebih dari itu, nilai-nilai persahabatan, kebanggan, harga diri, tanggung jawab, kejujuran, tenggang rasa, dan menghargai perbedaan yang mulai terkikis akibat kemajuan global benar-benar aku dapatkan.

Aku juga menyadari bahwa Indonesia begitu kaya, sejengkal saja Jawa timur dan Jawa tengah terpisahkan, tapi budayanya sudah berbeda, entah apa bahasanya tapi kami tetap Indonesia, aku yang berambut ikal dan berkulit sawo matang, tetap bersahabat dengan si Aceh, Si Dayak, Si Sunda, si Maluku, si Papua dan yang lainnya. Kami relawan PMI dan kami Indonesia.   

Terimakasih PMI menjadi wadah yang luar biasa.


No comments:

Post a Comment