Wednesday, April 23, 2014

Heri Nurdiansyah : Tetesan Doa

Jadwal donor darahku bulan ini bertepatan dengan bulan Ramadan. “Wah, bersyukur sekali dapat donor darah pada bulan Ramadan, pahala ibadahnya pasti berlipat-lipat?” pikirku. 

Tepat pukul 08.00 WIB, aku sudah tiba di Kantor PMI Cabang Kota Bandung. Di anak tangga depan pintu masuk, kulihat seorang bapak tengah duduk sambil tertunduk lesu. Aku melewatinya perlahan. Ia lantas berdiri dan menatapku tanpa tanya dan sapa. 

Suasana di Kantor PMI tampak lengang. Segera kulakukan prosedur pendaftaran sebagai pendonor. Mulai dari menimbang berat badan, mengisi formulir pendaftaran, mengecek golongan darah, dan menunggu antrean untuk dicek tekanan darah. Saat sedang menunggu antrean, tiba-tiba bapak itu menghampiriku lalu duduk di sampingku. 

“Mau donor darah, Nak?” tanyanya memulai. 

“Iya, Pak.” 

“Golongan darah apa?” lanjutnya. 

“Golongan darah O, Pak.” 

Belum sempat kutanggapi lebih jauh percakapan bapak itu, tiba-tiba namaku sudah dipanggil oleh dokter. Ya, kini giliranku dicek tekanan darah dan bersiap donor darah. Akhirnya, aku dan bapak itu pun berpisah. 

Telepon genggamku berbunyi. Ada pesan singkat kuterima. Kubaca isinya. Ternyata itu dari temanku. Ia mengabarkan, bahwa anaknya terkena demam berdarah dan kini dirawat di Rumah Sakit Dustira Cimahi. 

Pukul 16.00 WIB aku datang membesuknya. Segera kucari ruang perawatan anak. Aku berjalan sendirian di koridor yang berkelok-kelok. Aku sedikit kebingungan mencari ruangan itu. 

“Sepertinya harus kutanyai seseorang?” pikirku. 

Tepat di salah satu ruang perawatan operasi, kulihat ada seorang bapak tengah duduk di bangku luar ruangan itu. Bergegas kuhampiri ia untuk kutanya di mana ruang perawatan anak. Namun, begitu ia melihatku, sontak ia beranjak dan langsung memelukku erat-erat. Tak henti-hentinya ia ucapkan terima kasih padaku. Aku sungguh bingung dibuatnya. 

“Terima kasih, Nak! Alhamdulillah anak saya tertolong. Selamat!” ucapnya lirih dengan mata berkaca-kaca. Aku terdiam. 

“Saya Deni, kita pernah bertemu di PMI kemarin.” 

Seketika kusadari, ia adalah bapak yang kemarin bercakap-cakap denganku di Kantor PMI. Ia bercerita padaku, bahwa saat itu ia begitu resah menunggu sumbangan darah pendonor untuk menyelamatkan nyawa anaknya yang tengah kritis akibat jadi korban tabrak lari di sekitar Jalan Raya Purwakarta. Memang stok kantung darah di Kantor PMI saat itu sedang minim. Sehingga kedatanganku sebagai pendonor betul-betul menjadi harapan besar baginya. 

Ucapan terima kasih terus ia ucapkan padaku. Matanya masih kulihat berkaca-kaca. Aku hanya diam dan tak bisa berkata apa-apa. Mungkin hanya keharuanlah yang kurasakan. Selepas berpamitan dengan bapak itu, tak henti-hentinya kutadaburi pengalaman ini. Sepanjang jalan terus kurenungi, “Ya, Allah semoga apa yang telah kuperbuat ini benar-benar menjadi jalan yang Kau ridai.” 

Di sinilah serta-merta muncul segala benak pikiran tentang perjalanan fase-fase kehidupanku saat ini. Di mulai dari masa kuliahku S-1 dan S-2 yang senantiasa diberi jalan kelancaran oleh-Nya, masa bekerjaku yang diberi kegemilangan berkarier, sampai dengan masa rumah tanggaku yang sudah dikaruniai istri yang solehah beserta anak perempuan yang cantik dan sehat. Belum lagi limpahan-limpahan rezeki yang terus mengalir kepadaku. Ah, tentu ini semua bukanlah suatu kebetulan! Jelas ini adalah karunia atas kuasa-Nya. Pun selalu kuyakini, bahwa ini semua pasti ada turut andil tetesan-tetesan doa kebaikan untukku dari mereka yang di dalam darahnya kini telah mengalir tetesan-tetesan darahku. Wallohualam.

No comments:

Post a Comment