Saturday, April 26, 2014

M. Amirul : Oh...

Oh... Ternyata setiap manusia butuh seseorang yang dinamakan keluarga. Ini tulisan jelek tentang hari dimana banyak cerita berawal dari tawaan dan tangisan. Tawaanku adalah ketika terikat dengan sosok Palang Merah. Dan tangisanku juga adalah ketika terikat dengan sosok yang sama. Palang Merah adalah lebih dari sebuah Lambang Organisasi, Palang Merah adalah tempat dimana diri saya bisa berevolusi. 

Saya adalah pengurus PMR SMAN 1 Ngawi masa jabatan 2013-2014. Tentunya sebelum menjadi pengurus saya masih merupakan anak kecil yang dinamakan anggota PMR. Ketua sementara, ya itulah peran saya sebelum menjadi Pengurus. Tapi naasnya saya berperan sebagai ketua yang gagal. Ya maklum, waktu itu saya belum menemukan sehebat apa sih yang dinamakan Palang Merah?. Ketika saya sudah menjadi pengurus saya mulai tahu, ternyata Palang Merah adalah wadah yang dahsyat untuk segala bakat dalam diri saya. Disini saya bisa berkreasi tentang menjadi pemimpin, penolong, pelakon, pemusik, bahkan pemenang. 

Jumbara Kabupaten Ngawi 13-17 September 2013, disanalah panggung saya untuk membuktikan bagaimana kerja keras saya untuk berubah bisa berhasil, bisa membuat bangga dan bisa menjadi rumus yang diabadikan dalam kamus. Di panggung inilah banyak cerita yang terbentang, tentang saya , tentang mereka dan tentang keluarga. Dua tahun yang lalu pendahulu kami berhasil membawa pulang rambu-rambu yang dinamakan Juara Umum. Dan konsekuensinya, saat giliran kami yang bertarung, rambu-rambu itu tak boleh tergelincir dari genggaman. Demi itu kami berusaha sekuat tenaga, mulai dari latihan otak, fisik, sampai latihan untuk menangis. Kami harus siap tertawa ketika menang, dan tentunya harus siap menangis ketika kalah. Saya berfikir, saya harus menghilangkan kata kalah yang ada di otak saya, kata menang, ya hanya kata itu yang harus saya pupuk agar terus tumbuh subur di otak saya. Namun ketika saya sudah bersemangat untuk menang, ada seseorang yang mematahkan semangat saya, bukan seorang musuh yang harus dibunuh, tetapi seseorang yang menjadi pelatih saya sendiri. Beliau bertanya kepada saya “Apa kamu yakin kamu bisa menang?”. Dengan bangga saya menjawab, “Tentu! Masa kita akan kalah ?”. Beliau menyahut, “Ya itu kan kamu, tapi bagaimana dengan teman-temanmu?!”. Seketika semangat saya langsung runtuh, saya menoleh kembali melihat teman-teman saya. Mereka belum sehebat semangat saya, mereka belum sehebat pendahulu saya. Apakah saya harus berjuang sendirian untuk mempertahankan kemenangan pendahulu saya?. Pada saat itu saya mulai sadar, saya tidak bisa berjuang sendiri untuk mengibarkan bendera, saya butuh sosok seorang teman yang bisa menjadi keluarga untuk mengibarkan bendera itu agar tidak hanya berkibar setengah tiang. 

Perjuangan kami terukir dengan tangis ketika hari akhir. Tangisan kami terdengar hingga puncak gunung Lawu. Tetapi, Tangisan kemenanganlah yang pulang bersama kemenangan kami. Ya, kami menang!. Dari kami yang dulu hanya seorang anak kecil, ternyata kami bisa menjadi anak dewasa yang hebat. Kami buktikan kalau kekuatan keluarga di lubuk hati kami masing-masing lebih dari cukup untuk membawa senyum selamanya. Faktanya, di PMR lah saya temukan sebuah keluarga yang hebat, yang tak pernah saya temui di organisasi lain manapun. Bagaimana dengan kalian ? Untuk mengakhiri tulisan jelek ini, seperti yang saya katakan di awal pertemuan. Oh...Ternyata setiap manusia butuh seseorang yang dinamakan keluarga

No comments:

Post a Comment