Yogyakarta, 26 mei 2006 sebelum gempa. jumat sore masih saja
kupandang hujan saat itu, hari dimana masih terdengar canda anak kecil bermain.
Masih jelas terlihat senyum tawa yang lantang. Bocah-bocah berlari begitu riang
dibawah hujan, namun sabtu pagi udara menjadi sepucat lampu. Bencana tuhan
datang mengombang-ambingkan rumah dan tanaman. Semua berlari, semua menjerit,
semua menangis ketakutan. Aku menggigil saat melihat bocah kemarin sore itu
tergeletak dengan darahnya dimana mana. Segera aku menghampirinya, tak
kupedulikan sedikitpun luka padaku, entah bagaimana juga dengan nasib saudara
dan keluargaku. Aku berlari merangkul lalu membawanya ke Rumah Sakit, Dalam
hatiku, "aku ingin melihat senyum, canda dan tawamu yang lantang
lagi".
Air mata pun mengalir menetes bercampur darah di pipi nya.
Dengan doa dan harapan serta seluruh keyakinan aku menunggu kabarnya dan
berharap keluarga nya segera datang. Tak lama seorang dokter datang dengan
wajah pucat pasi, kata dokter anak itu kekurangan banyak darah sementara
kantong darah di Rumah Sakit habis karna begitu banyak pasien yang membutuhkan.
dokter menyarankan untuk menyusul keluarga anak itu karna golongan darah anak
itu sulit yaitu AB. saat mendengar itu aku sedikit lega sepertinya golongan
darahku juga AB namun tetap harus ditest kata dokter untuk memastikan
kecocokanya. Dan saya sangat lega ternyata sama, ahirnya anak itu
terselamatkan.
Aku benar-benar bangga pernah mendonorkan darahku sehingga
sampai saat ini masih bisa melihat senyum canda dan tawa anak itu lagi. (sumber
gambar: http://dunia.news.viva.co.id/news/read/121706-68_jam_terkubur_reruntuhan__bayi_selamat)
No comments:
Post a Comment