Mendonor darah
bukanlah perkara mudah. Memang hanya memberikan darah kita kepada orang lain,
tapi betapa berharganya darah itu bagi yang membutuhkan.
Niatku bukanlah
menjadi seorang pahlawan maupun dermawan. Aku pun bukanlah orang yang baik. Aku
mendonorkan darahku hanya karena membalas budi kepada sesama.
Dalu, ketika umurku
empat tahun aku mendapati sebuah musibah. Ketika aku sedang berlari-lari kecil
di jalanan kompleks rumahku. Ketika itu aku terpeleset dan aku pun tersungkur
menabrak pinggiran saluran pembuangan air didepan rumahku. Dan alhasil dahiku
robek dan banyak mengeluarkan darah. Beberapa saat kemudan tetangaku menemuiku
sedang memegangi dahiku yang terus mengeluarkan darah. Ia berteriak dan
memanggil-manggil ibuku yang ketika itu sedang memasak di dapur. Dengan segera
ibuku berlari menuju keluar rumah, padahal ia sedang mengandung calon adikku
yang usia kandungannya baru berumur lima bulan.
Setelah ibuku
menemuiku berlumuran darah, ia pun panik dan segera menghubungi seluruh
tetangga yang terdekat. Kebetulan pada sore itu ayahku sedang pergi untuk
beberapa urusan. Alhasil aku dibawa oleh dua pemuda yang tidak lain adalah
tetanggaku. Dahiku yang bercucuran darah itu disumpal oleh saputangan salah
satu dari mereka lalu aku dilarikan ke mantri terdekat menggunakan sepeda
motor.
Sesampainya disana aku
pun segera ditangani oleh sang mantri, dan beberapa saat kemudian ayahku pun
datang kesana. Aku masih sadar dan mendengar bahwa aku banyak kehilangan darah,
dan matri itu pun bilang aku harus diberi transfusi darah. Untungnya saja
beberapa hari sebelum musibahku ini terjadi ada kegiatan bakti sosial berupa
donor darah di kota. Alhasil dari kegiatan itupun klinik yang aku datangi ini
mendapatkan sumbangan beberapa kantung darah. Dan syukur Alhamdulillah ada
kantung darah yang golongan darahnya cocok denganku.
Setelah itu dahiku
dijahit dan aku pun ditransfusi darah pada saat yang bersamaan, beberapa jam
setelah itu kemudian kondisiku pun membaik. Malam harinya aku pun bisa kembali
kerumah. Disana ibuku bersama para tetangga terlihat cemas, tapi aku baik-baik
saja. Ketika aku melihat ibuku yang sangat cemas itu, aku pun sedikit sedih,
dan merasa sangat bersalah. Namun, disamping itu aku merasa terpanggil oleh
darah pendonor yang mengalir didalam darahku ini untuk ikut mendonorkan darahku
ketika dewasa kelak.
Dan karena itulah aku
yang sekarang berumur 18 tahun ini mendonorkan darahku. Untuk menolong sesama
yang membutuhkan darahku, maka aku akan berikan darah ini semampuku. Dan untuk
menghentikan wajah cemas dan tangis dari sanak sodara yang membutuhkan darahku
tersebut.
No comments:
Post a Comment