Monday, April 21, 2014

Aamrizka: Donor Darah Pertama dan (Semoga Bukan) Terakhir

Tak pernah terbayang saya bakal punya kesempatan mendonorkan darah. Bukannya apa-apa, para pendonor biasanya pasti sehat kondisi fisiknya. Sedang saya? Hmm.. tensi saya selalu rendah, sering pingsan saat upacara bendera. Selain itu, stamina juga mudah jatuh. Bukannya ringkih, saya hanya sering tidak fit. 

Kesempatan akhirnya datang waktu menemani suami ke kantor PMI Kota Malang, Maret 2011 silam. Kebetulan dia rutiiiin sekali mendonor darah. Bahkan, termasuk dalam donor on call. Rasanya ingin sekali bisa mendonor. Apalagi melihat para pencari donor yang begitu sulit mendapatkan darah. Uuh saya kian berharap bisa membantu dengan menyumbang darah. 

Tapi, terus terang, masih ada ketakutan dengan prosesnya. Membayangkan dulu waktu kecil, ujung jari ditusuk untuk mengetahui golongan darah, rasanya pedih dan ngilu sekali. 

Beberapa kali mengantar, rasa ingin itu makin besar. Akhirnya, dengan perasaan dag dig dug, saya mendaftar sebagai donor. Kebetulan waktu itu Sabtu, jadi suasananya ramaiii sekali dan antrinya agak lama. 

Setelah mengisi formulir, saya menanti giliran dipanggil. Detik-detik menunggu itu jadi pengalaman yang mendebarkan. 

Akhirnya, setelah menanti sekitar 30 menit, saya dipersilakan duduk di kursi donor. Percobaan pertama mencari pembuluh darah di tangan kiri tidak berhasil. Jadi, tusukan kedua dilakukan di tangan kanan. Ops.. tetap ngilu ya ternyata. 

Proses ambil darah ini cukup lama. Entah memang begitu atau tergantung kondisi pendonor, saya tak tahu pasti. 

Selesai mendonor, ada perasaan lain di hati. Ada rasa senang, terharu dan bermacam rasa lainnya. Semoga darahku bermanfaat. 

Sukses pada percobaan pertama, saya tak sabar menunggu jadwal donor berikutnya. Baca-baca, ternyata harus menunggu tiga bulan untuk bisa memulihkan kondisi sel darah kita. Lama juga. 

Karena kesibukan, saya baru sempat kembali ke PMI sekitar enam bulan kemudian. Sudah semangat sekali mau mendonor. Tapi kadar Haemoglobin (Hb) tidak mencukupi batas minimal untuk pendonor wanita, yaitu 12 gr%. Hanya kurang 0,4 saja. Sedih sekali. 

Tak putus asa, saya sempat mencoba lagi dalam jeda beberapa bulan, berharap supaya Hb sudah mencukupi. Tapi hal yang sama terulang. Sempat terpikir, apa donor darah yang pertama kemarin akan jadi donor darah satu-satunya selama hidup. Wah sedih sekali, masa mau nyumbang darah saja tidak bisa. 

Beberapa waktu kemudian, saya hamil. “Makin tak ada harapan untuk bisa mendonor,” pikir saya. 

Tapi aneh, harapan justru muncul ketika situasi tidak mengizinkan. Tensi yang selama ini selalu rendah, pada saat hamil menjadi bagus dan stabil normal. Ah senang. 

Sampai saat ini, saya masih menyusui. Agar bisa menyusui, pola makan saya juga harus bagus. Sekali lagi saya punya harapan, dengan tubuh yang stabil dan sehat sekarang, lepas menyusui saya bisa kembali mendonorkan darah. 

Semoga donor pertama lebih dari tiga tahun silam itu tak menjadi donor terakhir dan satu-satunya dalam hidup saya. Amin.

No comments:

Post a Comment