Assalamu’alaikum. Apa kabar relawan? Semoga Allah SWT
selalu menjaga kebaikan kita.
Aku tahu Palang Merah semenjak kecil.
Yang jelas, aku dan bapak
benar-benar cinta! Bapak mengenalkan PMI
kala itu ketika kota kami sedang dilanda bencana banjir. He brought me to the location. I saw how they works well and brave, many
victims, people’s crying loudly. Bapak dan kawannya menerjang banjir
tersebut dengan berani.
“Wah, hebat sekali mereka”, kataku. Mereka adalah orang-orang
yang mau membuang waktu luang mereka yang seharusnya digunakan untuk bersantai/
bercengkeramah dengan keluarga, mau menunda pekerjaan yang sedang mereka jalani,
dan mereka tulus ikhlas membantu tanpa iming-iming akan mendapat imbalannya. Tak
hanya itu, setiap malam lebaran, bapak selalu meninggalkan kami, bertugas
“Operasi Ketupat”. Ini rutin setiap tahunnya, karena kami memiliki jalur
Pantura. Bukannya trauma, dari sinilah awal tekadku kalau besar nanti, gak akan ninggalin PMI dan akan terus
mengabdi untuk kemanusiaan, juga kekeh harus jadi relawan.
Bapak pendonor sejati. Beliau
sudah lebih dari 100x mendonorkan darahnya. Satu janji manisku yang aku katakan
ke teman-teman,”Kalau umurku 17th nanti aku bakalan donor darah biar bisa seperti bapak,”
kataku dengan bangganya di depan mereka.
"Emang berani? Gada best
wishes yang lain, Gung? Itu sakit
loh,” kata temanku.
Finally, on
my sweet 17th aku mencoba donor, namun gagal. Setelah
pengecekkan pertama itu, minggu depannya aku di antar ke UDD untuk donor, namun
tetap juga gagal dengan berbagai alasan. Usaha ini aku lakukan terus menerus,
sampai kurang lebih 38 kali jarum tes darah itu menusuk di jemariku. Mulai dari
berat yang kurang, tensi darah yang selalu rendah, apalagi masalah utama, yaitu
kadar hemoglobin yang tak pernah akur.
Awal memasuki semester 2 di kampus, untuk pertama kalinya
aku diterima donor. Alhamdulillah. Entah ini karena kebetulan saja, atau memang
urgently ada yang membutuhkan (dan
pastinya doaku untuk donor selama ini terkabul), waktu itu benar-benar
dibutuhkan sekali. Proudly, for the first
time, I’ve donated my blood in 350 cc pouch blood. Keluarga PMI sangat
terkejut dan senang melihatku bisa mendonorkan darah. Bagaimana tidak, mereka capek/kasihan ngeliat aku bolak-balik terus.
Setelahnya, hingga saat ini hanya bisa mendonorkan 250 cc
saja karena kadar Hb tak pernah membaik, kadang tensinya rendah (pola hidup kurang
baik, seperti begadang atau terlalu aktif, jarang sekali istirahat). Karena
selalu gagal inilah, aku selalu mengajak dan mengarahkan kawan- kawan, siapapun
dan di manapun untuk mau dan bisa mendonorkan darah mereka. Aku selalu bilang,
“Mau kapan lagi donor? Nungguin orang lain transfusi darah untuk kita? Masa nungguin itu
dulu baru kita mau donor? Donor itu gak sesakit
jatuh dari motor.You
see, its have so much advantages. Try it, to save the other“.
PMI bukan hanya sebuah kata atau organisasi untukku. PMI
itu sudah menjadi sahabat, rumah, bahkan keluarga untukku. Setiap kali aku ke
Markas atau UDD, selalu saja ada ilmu baru atau motivasi yang di sampaikan. Kini, tidak hanya
bapak yang bergelar relawan, aku juga bisa!

No comments:
Post a Comment