Thursday, April 10, 2014

Nuragung: Donate Better Than Transfused

Assalamu’alaikum. Apa kabar relawan? Semoga Allah SWT selalu menjaga kebaikan kita.
Aku tahu Palang Merah semenjak kecil. 

Yang jelas, aku dan bapak benar-benar cinta! Bapak mengenalkan PMI kala itu ketika kota kami sedang dilanda bencana banjir. He brought me to the location. I saw how they works well and brave, many victims, people’s crying loudly. Bapak dan kawannya menerjang banjir tersebut dengan berani.

“Wah, hebat sekali mereka”, kataku. Mereka adalah orang-orang yang mau membuang waktu luang mereka yang seharusnya digunakan untuk bersantai/ bercengkeramah dengan keluarga, mau menunda pekerjaan yang sedang mereka jalani, dan mereka tulus ikhlas membantu tanpa iming-iming akan mendapat imbalannya. Tak hanya itu, setiap malam lebaran, bapak selalu meninggalkan kami, bertugas “Operasi Ketupat”. Ini rutin setiap tahunnya, karena kami memiliki jalur Pantura. Bukannya trauma, dari sinilah awal tekadku kalau besar nanti, gak akan ninggalin PMI dan akan terus mengabdi untuk kemanusiaan, juga kekeh harus jadi relawan.

Bapak pendonor sejati. Beliau sudah lebih dari 100x mendonorkan darahnya. Satu janji manisku yang aku katakan ke teman-teman,”Kalau umurku 17th nanti aku bakalan donor darah biar bisa seperti bapak,” kataku dengan bangganya di depan mereka.

"Emang berani? Gada best wishes yang lain, Gung? Itu sakit loh,” kata temanku.

Finally, on my sweet 17th aku mencoba donor, namun gagal. Setelah pengecekkan pertama itu, minggu depannya aku di antar ke UDD untuk donor, namun tetap juga gagal dengan berbagai alasan. Usaha ini aku lakukan terus menerus, sampai kurang lebih 38 kali jarum tes darah itu menusuk di jemariku. Mulai dari berat yang kurang, tensi darah yang selalu rendah, apalagi masalah utama, yaitu kadar hemoglobin yang tak pernah akur.

Awal memasuki semester 2 di kampus, untuk pertama kalinya aku diterima donor. Alhamdulillah. Entah ini karena kebetulan saja, atau memang urgently ada yang membutuhkan (dan pastinya doaku untuk donor selama ini terkabul), waktu itu benar-benar dibutuhkan sekali. Proudly, for the first time, I’ve donated my blood in 350 cc pouch blood. Keluarga PMI sangat terkejut dan senang melihatku bisa mendonorkan darah. Bagaimana tidak, mereka capek/kasihan ngeliat aku bolak-balik terus.

Setelahnya, hingga saat ini hanya bisa mendonorkan 250 cc saja karena kadar Hb tak pernah membaik, kadang tensinya rendah (pola hidup kurang baik, seperti begadang atau terlalu aktif, jarang sekali istirahat). Karena selalu gagal inilah, aku selalu mengajak dan mengarahkan kawan- kawan, siapapun dan di manapun untuk mau dan bisa mendonorkan darah mereka. Aku selalu bilang, “Mau kapan lagi donor? Nungguin orang lain transfusi darah untuk kita? Masa nungguin itu dulu baru kita mau donor? Donor itu gak sesakit jatuh dari motor.You see, its have so much advantages. Try it, to save the other“.

PMI bukan hanya sebuah kata atau organisasi untukku. PMI itu sudah menjadi sahabat, rumah, bahkan keluarga untukku. Setiap kali aku ke Markas atau UDD, selalu saja ada ilmu baru atau motivasi yang di sampaikan. Kini, tidak hanya bapak yang bergelar relawan, aku juga bisa!

No comments:

Post a Comment