Wednesday, April 9, 2014

Wendy: Tutup Mata

Saya adalah peserta dengan nilai terbaik tandu darurat “Tutup Mata” PMR WIRA pada kegiatan HKPMS (Hari Kepalangmerahan Sedunia) 2008 lalu yang diselenggarakan oleh Universitas Tanjungpura Pontianak. Saat itu, saya adalah siswa SMA N 1 Bengkayang (bisa bilang sekolah pelosoknya Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara jiran Malaysia). Demi membunuh waktu agar tidak terjebak pada gelapnya pergaulan bebas, saya bersama teman-teman sangat gemar mengikuti kegiatan, khususnya pelatihan PMR, baik untuk mengikuti lomba ataupun mengadakan kegiatan yang salah satunya yakni berusaha mengenalkan PMR kepada SMP yang berada dikabupaten itu dalam kegiatan yang bertajuk “Henry Dunant Adventure 1”.

Dalam mempertahankan atau mengenalkan PMR lebih luas lagi, tentu bukan hal yang mudah bagi anak-anak seusiaku waktu itu. Apalagi untuk daerah yang cukup terpencil dengan PMI yang belum begitu dikenal.

Selepas meraih kelulusan SMA, aku mendapatkan beasiswa untuk melajutkan studi di Universitas Negeri Yogyakarta. Belum genap setahun, gunung Merapi menyambut kedatanganku di kota indah ini dengan “wedhus gembelnya”. Dampak luar biasa yang ku saksikan secara langsung lantas menuntunku untuk sebisanya membantu walau sekedar berbagi masker. Tentu perasaan yang ada dalam diri ingin melakukan lebih dari itu, lantas setahun kemudian aku bergabung dengan Korps Sukarela PMI Unit UNY pada tahun 2011 demi menggali lebih banyak tentang PMI. 


Ternyata memang benar, dengan masuk ke dalamnya, semakin terbuka wawasanku akan peran penting PMI bagi penanggulangan bencana terlebih lagi untuk mejaga generasi muda dapat terus berkarya dalam kemanusiaan. Saat ini kita melihat berapa banyak pemuda/pemudi yang lebih asik dengan gadgetnya ketimbang untuk belajar berinteraksi dengan sesamanya. Atau, bahkan banyak kita temui pergaulan bebas yang semakin merebak, penggunaan obat-obatan terlarang, perilaku seks bebas dan banyak lagi masalah yang ada. Ini bukan hanya sebuah isu atau bahan pembicaraan, melainkan bencana besar yang melanda generasi kita.

Ketidakmampuan generasi muda dalam membatasi diri pada kemajuan teknologi, kurangnya perhatian orang tua dalam perkembangan si anak, atau guru yang sibuk menuliskan rumus dan bercerita tentang sejarah padahal si anak membutuhkan pendamping yang bisa menjadi tempat curhat dan menyampaikan pertanyaan yang perlu ia tahu jawabannya.

Bersama rekan relawan, kami banyak melakukan kegiatan sosial kemanusiaan yang turut melibatkan generasi muda. Mulai dari kegiatan pelayanan emergency, donor darah, penyuluhan tentang pola hidup bersih dan sehat, pembinaan PMR, khususnya yang ada di kabupaten Sleman (dibawah koordinasi dengan PMI Kab.Sleman dan UNY). Pada tahun 2012 kami menyelenggarakan kegiatan akbar untuk para adik-adik PMR dalam kegiatan SIGANAPRAJA (Siap Siaga Bencana Palang Merah Remaja) se-DIY Terbuka yang kebetulan saya dipercaya untuk mengetuai kegiatan yang berlangsung di GOR UNY tersebut. Secara rutin pula, pengabdian kulakukan dengan menjadi pelatih PMR SMK N 2 Depok, salah satu PMR terbaik di Jogja sekaligus menjadi Ketua KSR UNY kala itu. Untuk lingkup Universitas, kami banyak mensosialisasikan PMI pada civitas akademika.

Tentu kita memahami bahwa masih terdapat jutaan anak yang membutuhkan bimbingan atau setidaknya ajang kegiatan untuk mereka mengekspresikan diri dalam kebaikan. Menolong orang dengan mendonorkan darah Alhamdulillah rutin ku lakukan. Namun apalah artinya menolong satu orang tapi membiarkan generasi muda tersesat dalam kehancuran. Kali ini dan seterusnya “tutup mata” tak jadi pilihanku.


No comments:

Post a Comment