Saya adalah peserta
dengan nilai terbaik tandu darurat “Tutup
Mata” PMR WIRA pada kegiatan
HKPMS (Hari Kepalangmerahan Sedunia) 2008 lalu yang diselenggarakan oleh
Universitas Tanjungpura Pontianak. Saat itu, saya adalah siswa SMA N 1
Bengkayang (bisa bilang sekolah pelosoknya Indonesia yang berbatasan langsung
dengan negara jiran Malaysia). Demi membunuh waktu agar tidak terjebak pada
gelapnya pergaulan bebas, saya bersama teman-teman sangat gemar mengikuti
kegiatan, khususnya pelatihan PMR, baik untuk mengikuti lomba ataupun
mengadakan kegiatan yang salah satunya yakni berusaha mengenalkan PMR kepada
SMP yang berada dikabupaten itu dalam kegiatan yang bertajuk “Henry Dunant
Adventure 1”.
Dalam mempertahankan
atau mengenalkan PMR lebih luas lagi, tentu bukan hal yang mudah bagi anak-anak
seusiaku waktu itu. Apalagi untuk daerah yang
cukup terpencil dengan PMI yang belum begitu dikenal.
Selepas meraih
kelulusan SMA, aku mendapatkan beasiswa untuk melajutkan studi di Universitas
Negeri Yogyakarta. Belum genap setahun, gunung Merapi menyambut kedatanganku di
kota indah ini dengan “wedhus gembelnya”.
Dampak luar biasa yang ku saksikan secara langsung lantas menuntunku untuk
sebisanya membantu walau sekedar berbagi masker. Tentu perasaan yang ada dalam
diri ingin melakukan lebih dari itu, lantas setahun kemudian aku bergabung
dengan Korps Sukarela PMI Unit UNY pada tahun 2011 demi menggali lebih banyak
tentang PMI.
Ternyata memang
benar, dengan masuk ke dalamnya, semakin terbuka wawasanku akan peran penting
PMI bagi penanggulangan bencana terlebih lagi untuk mejaga generasi muda dapat
terus berkarya dalam kemanusiaan. Saat ini kita melihat berapa banyak
pemuda/pemudi yang lebih asik dengan gadgetnya
ketimbang untuk belajar berinteraksi dengan sesamanya. Atau, bahkan banyak kita
temui pergaulan bebas yang semakin merebak, penggunaan obat-obatan terlarang,
perilaku seks bebas dan banyak lagi masalah yang ada. Ini bukan hanya sebuah
isu atau bahan pembicaraan, melainkan bencana besar yang melanda generasi kita.
Ketidakmampuan
generasi muda dalam membatasi diri pada kemajuan teknologi, kurangnya perhatian
orang tua dalam perkembangan si anak, atau guru yang sibuk menuliskan rumus dan
bercerita tentang sejarah padahal si anak membutuhkan pendamping yang bisa
menjadi tempat curhat dan menyampaikan pertanyaan yang perlu ia tahu jawabannya.
Bersama rekan relawan, kami banyak melakukan
kegiatan sosial kemanusiaan yang turut melibatkan generasi muda. Mulai dari
kegiatan pelayanan emergency, donor darah, penyuluhan tentang pola hidup bersih
dan sehat, pembinaan PMR, khususnya yang ada di kabupaten Sleman (dibawah
koordinasi dengan PMI Kab.Sleman dan UNY). Pada tahun 2012 kami menyelenggarakan
kegiatan akbar untuk para adik-adik PMR dalam kegiatan SIGANAPRAJA (Siap Siaga
Bencana Palang Merah Remaja) se-DIY Terbuka yang kebetulan saya dipercaya untuk
mengetuai kegiatan yang berlangsung di GOR UNY tersebut. Secara rutin pula,
pengabdian kulakukan dengan menjadi pelatih PMR SMK N 2 Depok, salah satu PMR
terbaik di Jogja sekaligus menjadi Ketua KSR UNY kala itu. Untuk lingkup
Universitas, kami banyak mensosialisasikan PMI pada civitas akademika.
Tentu kita memahami
bahwa masih terdapat jutaan anak yang membutuhkan bimbingan atau setidaknya
ajang kegiatan untuk mereka mengekspresikan diri dalam kebaikan. Menolong orang
dengan mendonorkan darah Alhamdulillah rutin ku lakukan. Namun
apalah artinya menolong satu orang tapi membiarkan generasi muda tersesat dalam
kehancuran. Kali ini dan seterusnya “tutup mata” tak jadi pilihanku.
No comments:
Post a Comment