Thursday, April 17, 2014

Ade Emelan : Implikasi Logika Kebenaranku Ada Bersama PMR

Tidak semua hal baik diawali oleh niat yang baik pula. Analog dengan pernyataan tersebut, terdapat sebuah pengalaman daripada awal kiprahku sebagai anggota Palang Merah Remaja ketika SMA. Bukan demi tujuan kemanusiaan, tapi dilatarbelakangi karena perasaan suka pada seorang kakak kelas yang kulihat pertama kali ketika pemeriksaan kesehatan bagi murid baru. 

Dari situ, timbulah obsesiku untuk mengikuti ekstrakurikuler yang sama dengannya. Seleksi untuk masuk PMR dilakukan dengan wawancara karena banyaknya peminat. Merasa memang jodoh, akupun diwawancarai kakak tersebut, dengan lantang dan tegas aku mengucapkan alasanku masuk PMR dengan kalimat-kalimat yang positif dan sesuai dengan jawaban yang diinginkan, yaitu mengabdi demi kemanusiaan. Perasaan bersalah karena berbohong sempat membuatku ingin mundur, terlebih setelah aku lolos seleksi dan menjalani yang namanya pelantikan, hal itu bahkan menguatkanku untuk mundur karena beratnya materi Kepalangmerahan, belum lagi Pertolongan Pertama, dan materi lainnya sekaligus praktik yang jauh dari diriku yang tak acuh pada orang lain. 

Namun, sungguh luar biasa, aku mampu bertahan hanya karena ingin dilihat oleh kakak kelas tersebut, bahkan memaksa diri agar lolos spesialisasi yang sama dengannya walaupun aku tahu spesialisasi PP lebih membutuhkan seorang pria karena mengingat praktiknya menguras tenaga. Dengan tekad bulat, aku mencoba mengasah diri dengan sering bertugas di UKS ketika jam istirahat, mengobati luka, memberi obat bagi yang sakit dan menggali informasi pada perawat di UKS. Sambil menyelam minum air, begitulah apa yang ku kerjakan membuatku sering bertemu dengannya walau hanya bertegur sapa dan tersenyum. Belum, aku masih belum menemukan passion-ku di PMR sampai akhirnya aku menginjak kelas 2 dan bersama teman-teman PMR mengikuti JUMBARA Cabang Gianyar. 

Persiapan yang menguras tenaga membuatku fokus dan berlatih serius dengan teman-teman walaupun sesekali melirik kakak tersebut, sampai akhirnya selama seminggu kami semua kemah di lapangan dekat Pura Samuan Tiga. Di perkemahan, aku yang tak biasa makan berbagi piring ataupun minum merasa mulai berubah, tak ada perasaan jijik bahkan keegoisan untuk menang sendiri, dan untuk pertama kali aku merasakan yang namanya KEBERSAMAAN. Kami seperti keluarga seminggu itu, saling melindungi, saling berbagi sedih dan suka, bahkan ketika aku kalah di PP saat hiking, mereka tak menyalahkanku dan malah menyemangatiku untuk maju dan berbenah diri padahiking selanjutnya. Kebersamaan dan kerja keras kami terbayar dengan menjadi juara 1 peserta terbaik, bukan hanya itu, lomba mading,sketsa pin, drama, dan paduan suara kami borong, sampai karena betahnya kami bersama, kami sedih ketika harus pulang, begitu juga dengan peserta dari sekolah lain. 

Semenjak itulah aku mulai aktif kegiatan PMR, mulai dari memberi bantuan ke panti asuhan dan menghibur anak yatim piatu, bertugas jaga saat upacara bendera, terlibat kegiatan donor darah walaupun sekadar membantu para dokter dan lainnya. Karena rasa kekeluargaan sesama PMR akupun merasa seperti saudara dengan kakak tersebut, seperti moto kita “Siamo Tutti Fratelli”. Bahkan saat sekarang kuliah, aku memilih UKM KSR PMI, seperti sebuah tabel kebenaran dalam logika matematika, jika antisedenya salah, tetapi konsekuen benar, maka implikasinya bernilai benar. Awalnya aku memulainya dengan niat yang jauh dari kata positif, tapi mampu membawaku pada kebenaran dan menjadikannya sesuatu yang positif bagi diriku dan orang lain.

No comments:

Post a Comment