Monday, April 14, 2014

Anggun Azhari: Siluet Pena, Ada Cerita di Setiap Rasa

Matahari masih mengintip sendu dibalik gunung, menggelayut merdu kicauan burung menyambut pagi. Aku dan teman-teman masih bermain bersama mimpi. Sayup-sayup terdengar suara lantang milik seseorang.

Bangun dek, bangun kita shalat shubuh berjamaah”.

Tersadar, lalu bangkit dengan nyawa yang masih berkeliaran entah kemana. Bersiap lalu shalat berjamaah dan olahraga pagi. Lalu berkumpul untuk sarapan. Ini hari kedua dari kegiatan kepalangmerahan yang diadakan PMI di kotaku. Banyak cerita terlahir disini, banyak cinta hadir dalam sebuah diskusi. Banyak tawa lalu bahagia serasa mengalir dalam setiap kalimat. Banyak ilmu yang diajarkan dengan kasih. Kekerabatan paling utama disini.

Ini cerita pertama aku bergabung dengan PMR di sekolahku. Setelah melihat betapa menyenangkan menjadi keluarga dari relawan-relawan yang berjuang dengan ketulusan. Jadi, saat itu aku tengah istirahat di kelasku. Sekilas teman bercerita tentang kakak-kakak relawan yang langsung terjun tanpa pamrih meneolong ketika ada suatu daerah yang tertimpa bencana. Tak pikir panjang, akupun tertarik untuk bergabung. Katanya, disini kita adalah keluarga. Tidak ada sekat yang memisahkan antara junior den senior. Disini kita belajar bersama, memimpin bersama, berjuang bersama, lalu menyayangi sesama.

Dalam sepotong roti kami berbagi, dalam sebungkus nasi kami saling memberi rasa, dalam segelas air kami melepas dahaga. Banyak cerita yang kami lewati. Bagaimana menolong, bagaimana menyambut, bagaimana mengakui kesalahan, bagaimana menerima kekurangan. Semua diajarkan dengan cinta.
Tegas dan beribawa. Itu sosok yang selalu kami jumpai dari kakak-kakak relawan. Bukan berarti kami tak pernah jengkel, ada saatnya suara kami sumbang, ada saatnya tangan kami tak disambut, namun di lain waktu mereka mengajarkan kami bagaimana mengolah ego. Bagaimana menjadi mandiri, bagaimana menjadi lebih kreatif.

Semakin lama berada disini, aku menjadi sadar inilah keluargaku. Ini orang-orang yang dulu namanya sering kudengar lewat cerita. Ini tempat yang dulu sering kulihat di telivisi. Itu saat ada bencana mereka bergerak. Tidak menunggu upah, tidak mengharap pamrih. Ini kali pertama aku benar-benar merasa berguna untuk hidup, ini kali pertama aku datang ke tempat asing namun disambut penuh cinta, ini tempat dimana senior tak hanya sekedar teman, namun keluarga. Ini tempat dimana aku selalu ingin kembali. Ini tempat dimana aku selalu ingin membagi kisah. Membagi sepotong roti yang kupunya, membagi sebungkus nasi agar dapat sekedar saling bersuap. Ini tempat dimana aku tak pernah merasa menjadi junior. Ini tempat dimana aku bebas memberi saran. Ini tempat dimana aku diajarkan bagaimana marah dengan anggun.

Bagiku, PMR bukan hanya sebuah forum, bukan hanya sebuah organisasi, bukan hanya sekedar tempat belajar, tidak hanya sebatas mencari pengalaman, bukan hanya untuk membuat kita berguna. Ini lebih dari sekedar cerita. Ini tempat dimana aku selalu ingin kembali.

Aku mengakhiri ceritaku, lalu tepuk tangan ramai. Hari ini aku berkesempatan untuk berbagi kisah dengan adik-adik PMR Madya. Ini namanya ekspres feeling. Itu loh semacam permainan mengungkapkan perasaan. Nah, kegiatan ini yang selalu aku rindukan dalam agenda kegiatan PMRku. Dan aku senang, hari ini ceritaku diterima dengan baik oleh adik-adik PMR Madya.


Hiduplah dalam keikhlasan, hiduplah PMRku.

No comments:

Post a Comment