Malam itu, hujan memang turun
dengan sangat deras. Hawa Kecamatan Cepu yang awalnya tidak begitu dingin, kini
bertambah dingin hingga terasa menusuk ke kulit. Langit terlihat hitam pekat
sesekali kilatan petir menyambar seakan menyentuh tanah. Tampias air hujan
masuk ke dalam kamar dari celah jendela yang tak tertutup rapat. Tiba-tiba
terdengar suara teriakan yang mengambil alih perhatian para warga desa
“Air bah! Awas air bah datang!”. Sesegera aku membuka pintu rumah dan
mengamati keadaan. Sungai Bengawan Solo
meluap kembali. Tak disangka air sudah setinggi betisku. Hingga akhirnya ku
kemas semua barang berhargaku ke ransel sekolah. Namun air semakin tinggi, dan
akhirnya kuputuskan untuk naik ke lantai atas kos bersama teman sekamarku.
Rumah kos sepi seketika, hanya
menyisakan aku dan kawanku Kaniya di lantai atas menyendiri melingkup
kedinginan yang tak sempat mengungsi. Semua alat komunikasi mati total diikuti
dengan aliran listrik di desa. Entah tak punya harapan kembali, hanya doa yang
bisa menolong kami. Hujan mengguyur semakin deras hingga pukul 9 malam. Ku
lihat jendela luar, berharap ada bantuan datang hinggap di kos kami ini.
Tak kusangka, sepetinya Tuhan
mendengar do’a kami. Sekelompok orang berkaos orange biru dengan tulisan
SATGANA melaju ke arah kos kami dengan
kapal karet yang di dayungnya. Sontak dari jendela lantai atas aku berteriak
“Tolong kami! Tolong kami!”. Begitu
juga kawan ku Kaniya. Mereka pun berhenti tepat di depan jendela, dan
mengirimkan 2 petugas untuk membantu kami naik ke kapal karet. Aku sangat
bersyukur sekali, para petugas PMI bagaikan petarung sejati yang menaklukan
bencana alam tuk menjadi relawan
mengorbankan jiwa dan raga. Mereka tak mengharapkan imbalan sebutir
debupun. Dengan ikhlas membantu menolong para korban bencana banjir. Inilah
mereka “PMI kabupaten Blora cabang Cepu”.
PMI selalu kompak bekerja sama menanggapi bencana. Dengan cepat sigap mereka
mengerahkan semua kemampuan menaklukan medan perang. Oleh sebab itulah, anggota
PMI di kotaku semakin lama semakin meningkat. Hal itu juga karena ketekunan
mereka dalam membantu orang lain.
Sesampainya di tempat
pengungsian, aku merebahkan diri di karpet biru dan mengenang apa yang telah
kualami. Mereka PMI memang pahlawan kami.
Semenjak itu, aku sangat mengagumi PMI, sehingga aku bergabung ke
anggota PMR di sekolah. Ingin seperti mereka, yang bekerja dengan seluruh
kemampuan tanpa mengharapkan imbalan.

No comments:
Post a Comment