Sebenarnya sudah sejak lama aku ingin ikut donor darah, apalagi dulu waktu masih menjadi mahasiswa, sering diselenggarakan kegiatan donor darah di kampus. Namun tak pernah sekalipun aku ikuti karena malu. Ketika ada yang menawarkan, banyak alasan yang ku berikan, ‘sudah sering donor ke nyamuk lah, darahku kotor lah, darah biru lah’. Namun sebenarnya aku ingin sekali ikut donor darah. Jujur, salah satu alasanku karena aku ingin tahu apa sebenarnya golongan darah yang ku miliki.
Aku mulai memberanikan diri ikut donor saat pertengahan bulan puasa tahun 2013. Saat itu teman-teman di Paguyuban Kange-Yune Bojonegoro menyelenggarakan kegiatan sosial, dengan membagikan takjil dan donor darah. Dengan memberanikan diri, aku mendaftar mengisi daftar hadir, kemudian dites darah. Dari itu aku tahu ternyata golongan darahku adalah O. Namun ketika sudah merebahkan diri dan diperiksa tekanan darah, ternyata masih lemah.
“Maaf mas, belum bisa donor karena masih lemah. Nanti setelah buka saja kembali, mungkin sudah naik tensi darahnya,” kata petugas.
Dengan kecewa dan agak malu, akhirnya aku pamit dulu untuk ngabuburit, mencari bubur kacang hijau kesukaanku untuk berbuka puasa. Selesai magrib, aku kembali ke alun-alun Kota Bojonegoro.
“Sudah buka puasa mas?” tanya ibu petugas dengan ramah.
“Alhamdulillah sudah bu. Semoga kali ini tidak gagal,” jawabku tertawa malu.
Aku merebahkan diri di tempat yang sudah disediakan. Ku berikan tangan kananku untuk diperiksa dan diambil darahnya, karena tangan kiriku masih terdapat pen yang mengapit 2 tulang lenganku yang pernah putus. Setelah dinyatakan tensiku normal, petugas mulai memasang alat dan mengambil darahku. Ku perhatikan kantong itu perlahan-lahan mulai mengembung berisi darahku.
Entah sebenarnya apa yang telah terjadi pada diriku, seperti ada sesuatu yang berbeda aku rasakan, namun tak bisa aku gambarkan dengan kata-kata. Sambil menunggu proses selesai, aku ajak bincang-bincang petugas tentang donor darah, karena ku akui memang aku masih awam dengan donor darah.
“Donor darah itu banyak manfaatnya mas, apalagi dilakukan rutin. Di antaranya kita bisa tahu seandainya ada penyakit serius seperti HIV, Sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C. Donor juga menjaga kesehatan jantung dan meningkatkan produksi sel darah merah,” terang petugas.
“Oh ya bu, kenapa ya kalau kita donor darah itu kita kan tidak dibayar, tapi kenapa kalau kita butuh kadang sulit, bahkan harus beli dengan harga tinggi?”
“Begini mas, darah yang telah kita terima, tidak bisa langsung diserahkan kepada yang membutuhkan, namun masih banyak proses yang dilakukan untuk mensterilkan darah tersebut, agar benar-benar aman. Proses itulah yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Selain itu, persediaan darah juga terbatas,”
“Oh begitu bu,”
“Iya Mas,” kata petugas mengangguk sambil tersenyum sambil menyelesaikan proses pendonoranku.
“Terima kasih ya Mas, semoga bisa rutin. Kita tunggu kedatangannya dua bulan lagi. Bisa datang langsung ke kantor PMI,” pesan petugas.
“Siap Bu!”
Selesai donor, aku mendapat paket gizi berupa biskuit, susu cokelat dan obat. Aneh! Ada sesuatu yang berbeda ku rasakan setelah donor darah. Badan terasa ringan, pikiran menjadi tenang dan penglihatan seakan menjadi terang. Dan satu lagi, entah kenapa terasa ringan mengangkat bibirku untuk tersenyum. Ternyata donor itu sehat dan menyenangkan.
No comments:
Post a Comment