Wednesday, April 16, 2014

Cut Dini : PMR dan Negeri Malaysia

Menjadi anggota PMR tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ketika saya memasuki jenjang SMA, setiap murid baru ditawarkan beberapa ekstrakurikuler yang para seniornya gencar sekali mempromosikan kelebihan-kelebihannya. Mengetahui ada ekstrakurikuler PMR, saya jadi tertarik dan akhirnya memilih untuk bergabung. Tidak begitu lama, kami semua anggota baru diharuskan untuk ke PMI Cabang Banda Aceh untuk mengikuti diklat dasar yang ternyata juga diikuti oleh anggota PMR dari SMA dan SMP yang lain. Diklat itu begitu menyenangkan. Selain dapat ilmu baru, teman baru, dan keingintahuan saya terhadap dunia medis semakin besar. 

Sekitar empat bulan kemudian, tsunami melanda kota kami. Disinilah saya begitu bangga terhadap status saya sebagai anggota PMR melihat anggota PMI dengan suka rela membantu dalam bencana besar ini. Beberapa teman PMR saya meninggal dunia. Sehingga anggota yang memilih untuk setia dengan PMR hanya tiga orang saja. Saat naik kelas dua, saya pun terpilih menjadi ketua PMR untuk SMA saya. Saya banyak menerima bantuan untuk SMA dari Palang Merah, dan saya menjadi begitu bangga saat menjadi perpanjangan tangan dari PMI ke SMA saya. 

Ketika hampir naik kelas tiga, saya mengikuti sebuah tes di PMI Cabang Banda Aceh. Awalnya desas-desus yang saya dengar adalah bagi mereka yang lulus dari tes ini akan ke Bali. Jadi saya belajar banyak soal kepalang-merahan. Saya baca buku IFRC yang merupakan buku bantuan yang ada di perpustakaan sekolah. Saya baca meskipun tulisannya dalam bentuk Bahasa Inggris. Saya membaca dengan Bahasa Inggis saya yang pas-pasan. 

Sorenya ketika saya sampai di PMI Cabang Banda Aceh, saya di panggil ke ruang khusus yang di dalamnya sudah ada tiga orang penilai, dan salah satunya adalah ketua PMI Cabang Banda Aceh saat itu. Saya dites untuk berbicara dan menjelaskan soal Palang Merah dalam Bahasa Inggris. Dan saya mengeluarkan semua kemampuan saya, terutama kata-kata khusus yang sebelumnya saya temukan di buku IFRC di perpustakaan sekolah. Lalu mereka mengumumkan bahwa yang lulus adalah saya yang akan mewakili Banda Aceh, dan dalam hitungan hari saya akan ditugaskan ke Malaysia untuk mengikuti Camp Dwi Tahunan Bulan Sabit Merah Malaysia. 

Satu hari sebelum berangkat, saya dan 10 teman lainnya yang berasal dari kabupaten lain bertemu di PMI Cabang Aceh. Malamnya kami berangkat ke Medan dan esok paginya kami terbang ke Pulau Penang dan dijemput dengan bus menuju Pusat Kokurikulum yang berada di kaki bukit perbatasan dengan Thailand. Disana, sudah ada peserta dari Jepang, Filipina, Thailand, Bangladesh, dan China. Penuh aktifitas positif selama empat hari, seperti pelatihan pertolongan pertama hingga bakti sosial ke kampung setempat. 

Khusus untuk peserta dari Indonesia, kami dijadikan anak angkat di sebuah kampung yang juga ikut terkena tsunami. Kami berbaur dan mengenal bagaimana kehidupan masyarakat setempat. Sepuluh hari berada di Malaysia membuat saya tidak pernah lupa dengan PMI. Sampai saya lulus SMA, saya masih rajin datang dan main-main ke kantor Ambulance PMI Cabang Banda Aceh.

No comments:

Post a Comment