Jalannya alam tak pernah bisa ditebak. Penduduk negeri ini terlampau sering diuji rasa empatinya dengan dipertontonkan berbagai bencana yang terjadi silih berganti seolah hal itu tak pernah usai. Tak semua orang memilki kepekaan dan tergugah hatinya untuk menolong langsung, sebab ia tak mempunyai waktu lebih atau kemampuan untuk melakukannya. Maka terpujilah mereka yang mencurahkan tenaga dan waktunya untuk membantu sesamanya.
Ada banyak jalan untuk mengabdi pada kemanusiaan. Maka sewindu lalu tepatnya tahun 2007, saya memilih masuk ke organisasi berbasis kemanusiaan yakni menjadi bagian dari tim Search and Rescue (SAR) Universitas Hasanuddin. Dengan bergabung disini berarti saya sudah siap diturunkan ke daerah bencana dalam operasi pencarian atau pertolongan jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Saya meyakini disini saya akan melewati satu diantara jalan lainnya sebagai pengabdian kepada sesama. Setidaknya disinilah saya mengamalkan satu perwujudan dari Tri Dharma perguruan tinggi yakni pengabdian pada masyarakat. Ini juga bentuk tanggung jawab mahasiswa pada kemanusiaan.
Seorang relawan atau rescuer selalu memilki kisah menarik yang tak akan pernah habis untuk diceritakan. Pengalaman saat melakukan pencarian dan evakuasi di daerah pegunungan, seorang relawan harus melalui hutan medan perbukitan, diguyur hujan yang nyaris sepanjang hari hingga ia harus mampu membunuh malam-malam dingin ditengah dekapan alam liar gunung. Itulah yang saya alami jika ditugaskan saat beberapa kali bencana terjadi di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan.
Yang amat mengesankan bagi saya adalah ketika pertama kali mengemban tugas kemanusiaan dimana saat itu pula untuk pertama kalinya saya memegang mayat korban tenggelam di Pantai Akkarena Makassar, Sulawesi selatan. Badan saya membatin dan bergetar namun tetap semangat mengevakuasi korban ke bibir pantai. Kemudian untuk bencana-bencana selanjutnya melihat semacam itu sudah terbiasa.
PMI dan SAR selalu terdepan dalam penanganan tugas kebencanaan. Misalkan dalam upaya menanggulangi korban banjir atau pencarian orang tengggelam. Ketika di lokasi bencana ada banyak tim penolong dan relawan dengan warna baju dan tulisan yang berbeda, namun tetap dalam satu tujuan utama yaitu berbuat demi kemanusiaan. Bersama teman-teman PMI selalu ada canda pada sela waktu di tempat bencana, selalu ada harmonisasi yang menyejukkan saat menjalankan tugas kerelawanan.
Bergelut dengan bencana mengajarkan saya berbagai pengalaman untuk melihat sisi lain kehidupan secara dekat tentang sedih dan getir bagi warga yang tertimpa bencana, maka saat itulah rasa kemanusian seseorang digugah untuk menolong. Ada kesederhanaan dan senyum ramah bagi daerah yang didatangi dimana hal itu jarang diketemukan lagi di perkotaan. Saya juga menemukan ketulusan dan perjuangan bagi para relawan yang menggadaikan waktunya untuk orang lain, sungguh sikap mulia yang jarang menghinggapi hati orang banyak hari ini.
Bagi saya relawan serupa malaikat. Mereka bertindak dengan keikhlasan dan tanpa mengharapkan imbalan sepersen pun dari yang ditolongnya. Relawan bekerja untuk kemanusiaan yang nilainya akan terus tersemai sepanjang waktu. Hingga kelak akan dipanen pada kehidupan selanjutnya sebagai bekal ganjaran dari amalan kebaikan seseorang. Bukankah hidup ini hanya sekali maka seseorang harus berbuat baik untuk kemanusiaan sebab bentuk eksistensi manusia adalah ketika ia bermanfaat untuk orang lain.
No comments:
Post a Comment