Saya belum pernah sekalipun
menyambangi kantor PMI, apalagi menyumbangkan darah disana. Selain karena
takut, sosialisasi di lingkungan kami memang kurang. Saya tinggal di pemukiman
padat, dengan aktifitas kebanyakan buruh pekerja kasar dan pedagang, yang hanya
tahu dan sibuk mencari nafkah saja. Sehingga, keberadaan dan peran penting PMI,
jujur saja bagi penduduk seperti kami masih abu-abu.
Hingga suatu ketika, saya
tersadar, kami sangat membutuhkan PMI.Saat itu,
Ibu saya yang saya tahu hampir mendekati usia menopause, terdiagnosa
hamil. Tanpa dinyana usia kehamilannya pun sudah tujuh bulan. Berkah sekaligus
syok ibu mengetahui hal ini. Artinya beberapa minggu lagi, aku yang saat itu
sudah punya bayi, bakal dapat adik.
Tibalah mendekati masa
partus. Ibu yang rupanya telah lama tidak pernah mengandung, merasa tertekan
menjelang kelahiran. Penyakit lamanya kambuh. Tekanan darahnya melonjak hingga
melewati batas aman. 24/18 kalau tidak salah dengar, saat bu bidan memeriksa. Bayi
dalam kandungan ibu sudah semakin melemah gerak dan detak jantungnya. Mau tidak
mau Ibu harus segera di operasi. Kami segera
memaksa ibu untuk dirawat.
Rupanya, kondisi ibu yang
mengkhawatirkan tersebut, mengharuskan beliau mendapat transfusi darah. Abah
kebingungan. Kemana beliau harus mencari donor darah untuk Ibu. Beruntung rumah
sakit tempat ibu dirawat, dekat sekali lokasi nya dengan PMI. Abah langsung
saja berlari ke kantor PMI dan minta pertolongan.
Bagi orang awan seperti
abah, tentu membingungkan prosedur apa yang harus dilakukan. Tetapi,
petugas-petugas PMI disana sangat sopan dan mau bekerja keras membantu Ibu.
Dengan cekatan mereka mengontak beberapa donor dan berlari kesana-kemari
mengurus segala hal. Sungguh saya sangat berterimakasih atas nama orang tua
saya. Mereka yang berdiri dalam naungan PMI rela melakukan segalanya demi
menyelamatkan nyawa ibu dan adik saya.
No comments:
Post a Comment