Kisah ini tidak
akan kumiliki, jika saja aku bukan seorang PMR WIRA.
Sebulan sebelum even
JUMBARA PMI Kota Semarang 2012, aku
terpilih menjadi salah satu peserta JUMBARA mewakili sekolahku. Aku terpilih karena salah satu temanku mengundurkan diri dengan alasan
tertentu.
Sejujurnya, aku belum pernah mengikuti acara yang
berhubungan dengan palang merah sebelumnya, apa lagi sampai menginap semalaman.
Setelah
menyetujui untuk menggantikan Vivi sebagai peserta lomba PP, aku dan kedua
temanku, Awalia Vina serta Abidatun Nur menjadi satu regu. Ini kali pertama kita bertiga belajar Pertolongan Pertama. Selama sebulan itulah kami, sepuluh orang peserta dengan dibantu teman-teman
PMR mempersiapkan semua kebutuhan yang akan dibawa ketika JUMBARA, mulai dari
kostum yang kami buat dari rajutan sedotan bekas dan bungkus deterjen bekas
yang kami kumpulkan selama dua minggu lebih,perlengkapan lomba madding, dan
yang lainnya.
Seseampainya di
sana, regu kami langsung verifikasi dan mengambil posisi untuk membangun tenda. Kami mendapat nomor undi 12. Parade segera diadakan
setelah pembukaan JUMBARA. Saat itu persiapan
sangat minim, karena kami kira akan ada waktu untuk berdandan. Jadi, pendamping
kami, langsung bergegas mencari peralatan kostum.
Dan waktu yang
paling aku tunggu, yaitu lomba PP. Kami digiring ke tempat
isolasi bersama peserta PP WIRA yang lain. Setelah melihat peserta lain, aku khawatir dengan alat yang mereka bawa, sangat
lengkap mulai dari bidai sampai tas yang begitu besar yang entah apa isinya. Sungguh tegang bercampur tidak sabar, menunggu giliran kami dipanggil. Setelah panitia mengucapkan kata 12, kami langsung turun menuju tenda lomba
PP dengan tas laptop hitam ―yang sebenarnya isinya peralatan PP―.
Menjelang malam,
selesai mandi, hujan lebat membuat tenda dan separuh isinya menjadi basah.
“Ini tidak
nyaman, aku habis mandi, dan celanaku basah kuyup.”
“Nasib baik kau bisa mandi, aku sibuk mengamankan barang.”Kata Isna sembari
menunjukan alat peraga kampanye-nya yang luntur.
Malam itu PMI
mengadakan malam kesenian, aku duduk bersila di ujung tangga sebentar dan
melihat teman-teman melambaikan tangan ke arahku.Aku bangkit dan langsung
menghampiri mereka. Setelah beberapa menit kemudian aku
menyadari bahwa handphone-ku tidak lagi berada dikantong celana!. Aku panik dan sesegera mungkin membungkuk untuk menjauhi kerumunan.Ketika
di tengah-tengah peserta, MC menyerukan, “HP siapa ini?!” Astaga,HP-ku!.Secara spontan aku
mengacungkan tangan tinggi-tinggi.
“Ayo sini, diambil.”
Aduh, firasat buruk,nih. Dengan berat langkah aku menuju ke depan. Sampai disana aku disuruh bernyanyi, tetapi aku tidak mau, lebih tepatnya
malu.
Jadi aku melewatkan kesempatan emasku untuk menjadi
penyanyi terkenal disana.
Esok paginya, gerimis
masih muncul.
Kami duduk di bawah jas hujan. Aku merasakan hangatnya kebersamaan disana, bersama mereka duduk dan
menikmati hujan.Kemudian setelah itu, pengumuman kejuaraan akan segera di
kumandangkan.
Kelompok kami bersama yang lainnya menyatu dalam barisan
dan suasana mulai tegang. Diantara kelompok kami,
hanya memperoleh satu piala juara 1 kampanye, milik Isna.
“Tidak kusangka, alat peraga lunturmu itu ternyata membawa piala,” gurau kami kepada Isna.
“Iya, yang aku herankan kenapa hanya aku yang membawa piala?”
Aku telah membawa sesuatu
yang lebih berharga dari piala. Kenangan ini, pengalaman
yang luar biasa dengan kalian.
No comments:
Post a Comment