Monday, April 21, 2014

Suzanna: Bertahan di Jumbara

Kisah ini tidak akan kumiliki, jika saja aku bukan seorang PMR WIRA.

Sebulan sebelum even JUMBARA PMI  Kota Semarang 2012, aku terpilih menjadi salah satu peserta JUMBARA mewakili sekolahku. Aku terpilih karena salah satu temanku mengundurkan diri dengan alasan tertentu. Sejujurnya, aku belum pernah mengikuti acara yang berhubungan dengan palang merah sebelumnya, apa lagi sampai menginap semalaman.

Setelah menyetujui untuk menggantikan Vivi sebagai peserta lomba PP, aku dan kedua temanku, Awalia Vina serta Abidatun Nur menjadi satu regu. Ini kali pertama kita bertiga belajar Pertolongan Pertama. Selama sebulan itulah kami, sepuluh orang peserta dengan dibantu teman-teman PMR mempersiapkan semua kebutuhan yang akan dibawa ketika JUMBARA, mulai dari kostum yang kami buat dari rajutan sedotan bekas dan bungkus deterjen bekas yang kami kumpulkan selama dua minggu lebih,perlengkapan lomba madding, dan yang lainnya.

Seseampainya di sana, regu kami langsung verifikasi dan mengambil posisi untuk membangun tenda. Kami mendapat nomor undi 12. Parade segera diadakan setelah pembukaan JUMBARA. Saat itu persiapan sangat minim, karena kami kira akan ada waktu untuk berdandan. Jadi, pendamping kami, langsung bergegas mencari peralatan kostum.
Dan waktu yang paling aku tunggu, yaitu lomba PP. Kami digiring ke tempat isolasi bersama peserta PP WIRA yang lain. Setelah melihat peserta lain, aku khawatir dengan alat yang mereka bawa, sangat lengkap mulai dari bidai sampai tas yang begitu besar yang entah apa isinya. Sungguh tegang bercampur tidak sabar, menunggu giliran kami dipanggil. Setelah panitia mengucapkan kata 12, kami langsung turun menuju tenda lomba PP dengan tas laptop hitam ―yang sebenarnya isinya peralatan PP―.

Menjelang malam, selesai mandi, hujan lebat membuat tenda dan separuh isinya menjadi basah.

“Ini tidak nyaman, aku habis mandi, dan celanaku basah kuyup.”

Nasib baik kau bisa mandi, aku sibuk mengamankan barang.”Kata Isna sembari menunjukan alat peraga kampanye-nya yang luntur.

Malam itu PMI mengadakan malam kesenian, aku duduk bersila di ujung tangga sebentar dan melihat teman-teman melambaikan tangan ke arahku.Aku bangkit dan langsung menghampiri mereka. Setelah beberapa menit kemudian aku menyadari bahwa handphone-ku tidak lagi berada dikantong celana!. Aku panik dan sesegera mungkin membungkuk untuk menjauhi kerumunan.Ketika di tengah-tengah peserta, MC menyerukan, “HP siapa ini?!” Astaga,HP-ku!.Secara spontan aku mengacungkan tangan tinggi-tinggi.

“Ayo sini, diambil.”

Aduh, firasat buruk,nih. Dengan berat langkah aku menuju ke depan. Sampai disana aku disuruh bernyanyi, tetapi aku tidak mau, lebih tepatnya malu. Jadi aku melewatkan kesempatan emasku untuk menjadi penyanyi terkenal disana.

Esok paginya, gerimis masih muncul. Kami duduk di bawah jas hujan. Aku merasakan hangatnya kebersamaan disana, bersama mereka duduk dan menikmati hujan.Kemudian setelah itu, pengumuman kejuaraan akan segera di kumandangkan. Kelompok kami bersama yang lainnya menyatu dalam barisan dan suasana mulai tegang. Diantara kelompok kami, hanya memperoleh satu piala juara 1 kampanye, milik Isna.

Tidak kusangka, alat peraga lunturmu itu ternyata membawa piala,” gurau kami kepada Isna.
Iya, yang aku herankan kenapa hanya aku yang membawa piala?”


Aku telah membawa sesuatu yang lebih berharga dari piala. Kenangan ini, pengalaman yang luar biasa dengan kalian.

No comments:

Post a Comment