Monday, April 21, 2014

Rizki Widya: Aku Mendonor, Aku Mengabdi

Mendonor darah? Entah bagaimana sebabnya akhirnya aku bisa dan mau mendonorkan darahku. Sebuah kejadian yang tak pernah kupikirkan sebelumnya, sebuah hal yang sangat pelik dan malas untuk kulakui. Mau disuntik saat masih sekolah di SD saja aku takut setengah mati, sampai-sampai sembunyi di bawah meja dan kabur keluar kelas. Tetapi, kenapa hal ini bisa terjadi sekarang ini?

Bermula saat mengeluti sebuah organisasi di kampus di November 2012 dimana aku masih berada di semester 1 saat itu. Di organisasi itu aku belajar tentang pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat ya? Mengabdi.. pada... masyarakat, kegiatannya dengan donor darah. Benakku berkata kepengen ikut donor darah, tapi masih takut. Akhirnya, di tanggal 17 Januari 2012 aku bulatkan tekadku untuk donor darah di kantor PMI kotaku, karena masih takut-takut jadinya aku masih ditemenin sama ibuku. Takut tapi penasaran, maju saja deh.

Saat masuk ke ruangannya, jantung sudah degdeg-an, rasa takut masih menyelubungi pikiranku. Sebelum mendonor kudiberi formulir untuk diisi mengenai golongan darah dan segala macam setelah itu, aku berbaring di tempat tidur siap untuk dieksekusi. Saat jarum suntik menusuk kulit dan tensimeter memompa, seakan-akan darah di lenganku itu mau mengucur keluar tanpa henti, perasaan tak enak selalu menghampiri sampai kantung darah terisi penuh. Lega rasanya, saat sudah selesai. Seimbas dari sana tanganku masih kaku, entah itu karena efek traumatis atau akunya yang menghiperbolakan. Yang penting aku sudah pernah donor darah, dapat kartu bukti mendonor dan mendapat makanan gratis dan obat penambah darah. Pikiranku saat itu memang masih cetek begitu.

Tapi tiba-tiba hal itu langsung berbalik, setelah aku mendonor, aku mendengar ada rumah sakit yang berada tak jauh dari kantor PMI itu yang meminta stok darah bergolongan darah B. Otakku langsung bekerja untuk berpikir, golongan darahku kan B, apa kemungkinan darahku yang tadi langsung dibawa untuk orang yang ada di rumah sakit itu? Meski aku tidak tahu apakah darahku yang tadi itu bakal ditranfusikan langsung ke orang yang ada di rumah sakit, aku pun membuat sebuah kesimpulan. Mendonorkan darah itu bukan main-main, ini tentang keikhlasan dan menolong sesama.

Selang seminggu kemudian akupun menghampiri kantor PMI itu lagi seorang diri, dengan bermodalkan nekad, alat tulis dan laptop berisi materi ke-donor darah-an, akupun memberanikan untuk bertanya, wawancara sekalian menginterogasi dengan petugas disana tentang masalah donor darah. Banyak sekali pertanyaan yang saya ajukan kepada petugas disana, sampai-sampai saya ingin melakukan kerjasama dengan PMI untuk mengadakan aksi donor darah massal, yah.. meskipun sampai saya menulis cerita ini hal tersebut belum bisa terealisasi.

Hari donor darah sedunia 14 Juni 2013, ini hari penting dan tidak mau aku sia-siakan. Dengan modal omongan dari mulut ke mulut, akupun mengajak teman-teman di kampus untuk bisa mau ikutan kegiatan donor darah ini. Meskipun akhirnya aku sendiri yang mendonor di saat itu. Sekarang aku punya tekad, aku ingin teman-teman di kampus dapat membatu sesama, berpengabdian pada masyarakat dengan mendonorkan darahnya. Palang Merah Indonesia harus tergiang dan terkoar-koar di kampusku, demi pengabdian pada masyarakat.



No comments:

Post a Comment