Pengalaman ini terjadi saat saya kuliah semester 3, sekitar awal November 2010. Waktu itu tepat seminggu setelah Gunung Merapi meletus. Sebagai seorang anggota KSR, saya dan 2 orang anggota KSR bersama 7 anggota UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) lainnya serta 2 dokter (merangkap dosen) diberi tugas dari kampus untuk menjadi relawan tahap 2 di Posko UNNES Peduli selama 3 hari. Lokasi posko terletak di Desa Dukun, Magelang, Jawa Tengah, sekitar 15 km dari Gunung Merapi.
Perjalanan dari UNNES menuju posko memakan waktu 3 jam. Setiba di posko, kami disambut rombongan relawan tahap sebelumnya dan dijelaskan jobdesc tiap individu. Saya bersama 2 anggota KSR lainnya bertugas sebagai asisten dokter. Mendata persediaan obat, melakukan pengukuran tekanan darah, menghitung denyut nadi, membaca resep obat dari dokter dan memberikan obat ke pasien. Bila pasien sedang sepi, kami ditugaskan untuk membantu memasak di Dapur Umum.
Dengan jumlah pengungsi sekitar 1000 orang, kegiatan saya disana termasuk “padat” tapi tetap menyenangkan. Pagi hingga sore saya sibuk membantu dokter dan sesekali membantu di Dapur Umum. Malam hari adalah waktu yang ditunggu-tunggu. Yap, waktunya menonton film di tengah lapangan. Berbekal layar tancap, saya membaur bersama pengungsi menonton film anak-anak atau komedi. Kami berhaha-hihi bersama. Sejenak melupakan rasa sakit akibat bencana Merapi.
Sore di hari kedua, salah seorang anggota tim mengusulkan untuk membuat lomba menggambar bagi anak-anak di posko. Selain untuk menambah keakraban juga sebagai upaya untuk sedikit menghilangkan trauma psikis yang dialami anak-anak pasca bencana Merapi. Koordinasi dengan pihak-pihak terkait hanya dalam 1 malam. Segalanya dipersiapkan, mulai dari tempat lomba, sosialisasi ke tenda-tenda pengungsi, belanja perlengkapan gambar dan tentunya belanja hadiah.
Besoknya segala persiapan telah rampung dilakukan. Tinggal menunggu waktu lomba yaitu pukul 15.00 WIB. Tapi sekitar pukul 14.00 WIB hujan turun. Kami semua ketar-ketir.
“Acaranya satu jam lagi, kalau masih hujan bakal ada anak-anak yang dateng nggak ya? Acaranya sih emang di tenda, tapi ujannya kok tambah gede?”
Namun kekhawatiran kami tidak terjadi. Meskipun masih hujan, tapi tepat pukul 15.00 WIB tenda kami sudah penuh dengan anak-anak lucu. Lomba pun dimulai. Dan tahu tidak apa yang mereka gambar? Hampir 100% anak menggambar gunung meletus, lengkap dengan lelehan larva pijar dan wedus gembelnya. Sebegitu membekasnya peristiwa Merapi di hati dan pikiran mereka.
Saat lomba masih berlangsung, tiba-tiba air hujannya berubah menjadi lumpur. Ya Allah hujan abu! Semua pengungsi langsung heboh. Para orang tua berdatangan ke tenda lomba untuk menjemput anaknya. Anak-anak yang sedang menyanyipun teriak ketakutan. Kami langsung ambil tindakan, membagikan masker untuk anak-anak dan pengungsi lain. Dan untuk menenangkan keadaan, kami mengajak anak-anak nyanyi lagi, minum susu kotak bersama dan membagikan hadiah bagi pemenang. Alhamdulillah sebelum pembagian hadiah selesai hujan abunya selesai. Senang melihat anak-anak bisa tersenyum dan tertawa selepas itu.
Sekitar pukul 17.00 WIB, rombongan relawan tahap 3 sudah tiba. Itu artinya kami, rombongan relawan tahap 2 harus kembali ke kampus. Saat pamitan ke para pengungsi adalah momen yang mengharukan. Saya tidak tega meninggalkan mereka. Tapi saya memang harus pulang, soalnya sudah “bolos” kuliah 3 hari.
No comments:
Post a Comment