“Silahkan
berbaring di tempat tidur Dek. Rileks saja ya” kata seorang wanita. Aku pun mengikuti
perintahnya dan kemudian bertanya, “Bakal sakit gak bu ?” Wanita ini hanya
membalas dengan sebuah senyuman manis.
Namaku
Yogi Yhuwono anggota PMR SMAN 1 Tumpang, Malang. Hari ini menjadi hari
pertamaku merasakan bagaimana proses donor darah. Rasa gemetar tak pernah
hilang sejak aku menuliskan namaku di blanko peserta donor, ibarat akan
melakukan sebuah perang besar sepertinya.
Setelah
ujian praktek selesai, aku bergegas menyempatkan diri ke UKS. Antri beberapa
menit dan langsung melakukan penimbangan badan sekaligus cek jenis darah.
Kutemui wanita berkerudung dengan pakaian yang bertuliskan Palang Merah
Indonesia. Dia menyuruhku berbaring di kasur UKS. Entah apa yang dia oleskan di
siku dalamku, namun aku merasakan dingin disana.
“Di
genggam erat tangannya” katanya padaku.
“Bu
jangan sakit sakit ya. Saya ini gak pernah disuntik bu walaupun sudah kelas 3
SMA, takut aja gitu” balasku. Dia pun tertawa dan berucap “silahkan di liat Dek
tangannya”.
Aku
mengalihkan perhatianku, dan alhasil kutemukan jarum cukup besar menusuk
pembuluh arteri dan menyalurkan darah ke selang bening. “Wah ibu bikin surprise aja, ini jarum kok bisa tiba tiba
nongol disini” kataku keheranan.
“Nah
gak sakit kan? Jadi mulai sekarang jangan takut buat donor darah ya. Barangkali
diluar sana orang lain perlu banget sama darah adek ini” dia menjelaskan dengan
terus memegang kantong darah.
Aku
mengayunkan kepalaku pertanda setuju “Iya bu, itu darah darah yang di taruh di
gelas reaksi buat apa ya ?”.
“Ini
untuk diperiksa di laboratorium Dek, biar yang pakai darah ga ketular penyakit
yang ditemukan di darah donor” katanya.
Akhirnya
aku berfikir, kalau dalam menolong seseorang itu tak boleh pamrih, harus
ikhlas. Jangan donorkan darahmu kalau kamu harus menularkan sebuah penyakit ke
orang lain, mungkin awalnya satu masalah akan selesai namun akan berakhir
dengan masalah yang lain.
“Ini
udah penuh” ucapnya dan memperlihatkan padaku begitu cekatannya ibu ini
memperlakukan selang selang itu. “Makasih ya bu,” kataku sambil membawa
sekantong makanan ringan pemberiannya. Dengan tersenyum dia berkata “Sama sama
adek”.
Keluar
dari UKS aku menemukan temanku bernama Gangga dengan wajah pucat dan
berkeringat. Aku berfikir tubuhnya terlalu responsif karena adanya pengurangan
volume darah. Dengan dibantu teman yang lain, aku baringkan dia di sebuah kursi
panjang. Seperti yang biasa aku lakukan saat seseorang pingsan, aku lepas ikat
pinggangnya dan aku oleskan minyak kayu putih di perut dan rahang atasnya.
Kemudian bapak bapak berkumis dari PMI mengambilkan teh hangat dari kantin
untuk diminum Gangga, dan akhirnya dia sudah tak terlihat pucat dan kembali
bugar.
Hari
ini aku belajar banyak, kehidupan itu seperti komputer. Harus ada input,
output, dan transmiter sebagai penghubung. Dari kejadian mengambilkan teh tadi,
aku melihat ada seseorang yang perlu untuk ditolong, ada yang menolong, dan ada
yang menyalurkan pertolongan. Disini aku mengerti, PMI akan datang bukan untuk
dirinya, bukan untuk siapapun, tapi untuk orang yang perlu dengan bantuannya.
No comments:
Post a Comment