Thursday, May 1, 2014

Ade S: Darahku, untukmu

Hari itu, Jumat tepat pukul 09.40 kuliah kami selesai, aku bergegas keluar. Tapi Aulia menghentikan langkahku, dia memintaku menemaninya untuk makan. Diperjalanan kita pun berbincang-bincang dan dia mengajakku untuk donor darah. Mulanya aku menolak, tapi seiring aku menemani diam akan akhirnya aku ikut, dengan hati masih ragu. Singkat cerita, setelah makan kami pergi menuju posko donor darah. Dengan semangat dia masuk dan langsung mengisi meja registrasi. Sedangkan aku. Menginjak garis pembatas posko saja tidak berani. Aku duduk didekat Aulia. Aku selalu bertanya, bagaimana rasanya?Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi? dengan harapan aku memiliki alasan supaya tidak jadi ikut donor darah.Tapi aku tidak menemukan alasan itu. Aku takut, jangan-jangan aku jadi donor darah hari ini. 

Waktu terus berjalan,antrean masih panjang,Entah urutan keberapa aku. Tiba-tiba, aku lihat dua orang laki-laki keluar dari kamar donor satu dengan muka lemas, dan satu lagi wajahnya sangat pucat, kemudian mereka dibopong keluar dan diberi perlakuan oleh dokter. Melihat mereka berdua aku semakin takut, hingga aku bicara kepada Aulia “Jika sampai jam 10.30 tidak dipanggil juga aku pulangya”. Dia hanya mengangguk. Lalu aku dibuat bingung lagi, ketika ada wanita agak subur tubuhnya, dia keluar dari kamar donor dengan wajah ceria dan diikuti gerak tubuh yang lincah dan melompat-lompat kecil. Aku kira dia salah satu panitia, tapi ternyata dia juga pendonor sama seperti aku,aku dibuat bingung karena memang aku baru pertama kali. 

Sepuluh menit lagi menuju 10.30. Aulia-pun dipanggil, aku semakin cemas karena setelahnya pasti namaku. Dia terlihat santai ketika dicek darah, kemudian dia masuk dan aku tambah deg-degan. Namaku pun dipanggil, tadinya panitia hanya memberitahukan bahwa laki-laki akan didahulukan, tapi sepertinya aku salah bicara dan akhirnya aku yang didahulukan. Dengan berusaha tenang aku menuju meja periksa. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan, aku menjawab seadanya dengan harapan aku belum boleh mendonor,sungguh aku masih takut. Dan akhirnya, “Ya,silakan masuk”. Langkahku seperti tanpa arah, ku ambil tasku dan berjalan menuju kamar donor itu, kulihat Aulia temanku yang sedang menikmati kegiatannya. 

Aku coba tebarkan senyum kepada petugas disana, pertanyaan demi pertanyaan aku lontarkan dan petugas tahu bahwa aku baru pertama kalinya mendonor. Aku berusaha tidak mau memperhatikan tanganku, sampai tiba-tiba aku merasa bahwa aku darahku belum keluar karena aku hanya merasa sebuah jarum menempel, dan tidak ada yang terjadi. Untuk meyakinkannya aku beranikan melihat tanganku, dengan terkejut aku lihat sebuah selang ditanganku berwarna merah tua. Wah ternyata tidak sakit, pikirku. Selalu aku lontarkan pertanyaan-pertanyaan dan ternyata waktu yang aku butuhkan agak sedikit lama Karena katanya darahku lambat keluar, ya mungkin karena aku tegang. Petugas selalu bertanya, “Pusing?, Lapar?, Ngantuk?” aku hanya menggelengkan kepala karena memang aku tidak merasakannya. Hampir 20 menit aku baru selesai, aku langsung menuju meja terakhir untuk mengambil makanan dan kartu donor darahku. 

Alhamdulillah nasibku tidak seperti kedua laki-laki itu, aku masih segar, sehat dan masih mampu melakukan aktivitasku. Dari kejadian ini aku baru sadar, bahwa donor darah itu tidak seperti yang aku pikirkan, dan semuanya perlu bukti, bukan hanya perasaan yang kita rasakan berdasarkan kemampuan diri. Ini kuberikan darahku untukmu.

No comments:

Post a Comment