Thursday, May 1, 2014

Dea C: O Rhesus Minus

12.13 

Aku sudah terlambat. Aku sudah mencoba berlari secepat yang aku bisa untuk mencapai UKS SMA Negeri 10 sesegera mungkin. Tinggal beberapa puluh meter ketika aku melihat beberapa orang berbaju putih sudah setengah jalan menuju mobil sambil mengangkat kotak-kotak besar yang kuyakin berisi kantung darah atau peralatan untuk mengambil darah. 

“Ibu tunggu!” cegatku dengan suara cukup untuk membuat mereka berhenti dan menoleh. 

“Ada apa dek?” tanya seorang bapak berkumis dengan sedikit ketus, sepertinya tidak suka dengan kedatanganku. 

Aku sedikit gentar melihat tatapan bapak kumis itu, tapi aku mencoba mengabaikannya seraya mengatur napas. 

“Saya mau donor darah.” 

“Kamu terlambat, lihat jam berapa ini? Kan sudah kami bilang kalau kami hari ini hanya sampai jam 12.” Jawab seorang ibu yang menggunakan bet nama ‘Saniyah’. 

“Iya bu, saya tahu, saya juga berusaha datang kesini daritadi, tapi saya enggak diizinkan,” ujarku putus asa. 

“Udah bu, biar saya aja yang urus.” Celetuk seseorang dari depan UKS. Rupanya dia adalah ibu penjaga daftar pendonor kemarin. “Enggak apa-apa, nanti saya beresin lagi alat-alatnya.” 

‘Thank God.’ Batinku. Aku mengekor ibu penyelamat itu ke dalam UKS. Didalam UKS ada seorang anak perempuan berseragam SMP yang membuatku kaget, mungkin anak salah satu orang PMI itu. 

“Ngotot banget sih? Segitunya mau donor, lagian kenapa gak dari kemarin coba?” cerocos anak itu tiba-tiba, membuatku terkesiap. 

“Nara, gak sopan begitu, nanti dicubit mamamu loh,” jawab Ibu yang ternyata bernama Ina itu.

“Gak apa kok bu,” ujarku nyengir, seraya memberikan tanganku untuk dipasangi alat pengukur tensi. 

“Aku udah kesini kemarin, tapi ditolak gara-gara tensinya terlalu rendah.” 

“Terus kenapa ngotot banget mau donor? Darah AB ya?” tanya Nara lagi. 

“Enggak, darah aku O kok.” Jawabku. 

“gimana bu?” tanyaku melihat ibu itu sudah mendapatkan hasil tensiku. 

“Hari ini pas, kalo gitu sekarang cek darah ya.” Batu yang sepertinya menyumbat paru-paruku sudah melayang entah kemana. Aku menggangguk mengiyakan. 

“Ngapain donor? Darah O kan banyak, apalagi di Indonesia,” celetuk Nara.

 “Iya, banyak, tapi hasil donornya juga banyak dipakai, belum lagi O itu Cuma bisa nerima dari O aja, jadi gak bisa diremehin juga.” Jawabku. 

“Mama aku waktu itu hampir gak tertolong gara-gara kekurangan stok golongan darah O, rhesusnya minus pula.” Mata Nara membulat. 

“Terus kenapa gak papa kakak coba yang donor?” Aku tersenyum. 

“Papa aku darahnya B, waktu itu aku belum cukup umur buat Donor, jadi aku juga gak bisa bantu.” “O rhesus minus ya golongan darah kamu.” Sela Bu Ina setelah mengetes golongan darahku.

Aku mengangguk dan melanjutkan, “Makanya, jangan remehin donor darah mau itu O rhesus plus sampe AB rhesus minus juga, semuanya pasti bermanfaat, kok,” “Dengerin tuh kakaknya,” ujar Ibu Saniyah begitu memasuki UKS. 

“Iya aku juga bakalan Donor kok nanti!” jawab Nara. 

Semua orang di ruangan tertawa.

No comments:

Post a Comment