Thursday, May 1, 2014

Febi: Donor Darah Sangatlah Berarti

Pandanganku tertuju pada salah satu seorang kakek yang sangat gelisah yang ditemani oleh petugas PMI. Perlahan aku mendekati mereka karena penasaran dengan kakek tersebut yang sedang menangis dan petugas itu berusaha menenangkan kakek tersebut. 

“Sabar ya kek, kami dari pihak PMI sedang mencarikan stok darah yang cocok untuk cucu kakek,” kata petugas itu yang sedang menenangkan pasien. 

“Iya, pak. Tapi bagaimana jika tidak ada? Bagaimana nanti cucu saya?” kata kakek sambil sesenggukan menangis. 

“Kami akan berusaha semaksimal mungkin kek. kakek bersabarlah,” kata petugas itu dengan lembutnya. 

“iya. Terima kasih banyak. Sekarang saya mau ke musola dulu. Saya mau sholat dan berdoa untuk keadaan cucu saya,” kata kakek itu. 

“sama-sama, kek. Sudah kewajiban kami untuk berusaha memberikan pelayanan yang baik.” 

“iya, saya permisi dulu ya, mbak suster. Assalamu’alaikum” kata kakek. 

“Wa’alaikumsalam,” Aku kasian sama kakek itu. 

Kakek itu berjalan menuju musola yang jaraknya lima meter dari tempat pembicaraannya. Raut wajahnya begitu gelisah, bingung, dan khawatir seperti ada yang dipikirkan. Aku bisa mengerti apa yang kakek itu rasakan. Diam-diam aku mengikuti kakek itu. 

Beliau sholat dan memanjatkan doa untuk cucunya. Ya Allah.. kabulkanlah doa kakek itu. Setelah selesai, kakek itu keluar dari musola dan duduk di dekat musola itu. Wajah beliau masih sedih. Aku kasian kepada kakek itu. Akhirnya aku beranikan diri untuk menghampirinya. 

“Kakek mau roti?” kataku 

“Oh, tidak nak. Terima kasih.” Kata kakek itu. 

“Kakek kenapa? Seperti memikirkan sesuatu,” 

Kakek itu terdiam sejenak. “Cucu kakek kecelakaan. Dia butuh darah. Maka dari itu, kakek kesini untuk mencarikan stok darah untuk cucu kakek,” ceritanya sambil menetaskan air mata. 

“Bagaimana kejadiannya, kek? Golongan darah cucu kakek apa?” 

“Dia tertabrak, nak. Golongan darahnya O,” “Kek, golongan darah saya juga O. Pakai darah saya saja,kek. Tidak apa-apa. Saya ikhlas.”

 “Benarkah?” 

“iya, Kek.” 

Akhirnya, kami menuju ke petugas PMI. Aku mendonorkan darah untuk cucunya. Ini kali pertama aku mendonorkan darah. Takut iya. Tetapi melihat senyuman kakek itu seakan rasa takut itu perlahan memudar. Senang aku bisa membantunya. Aku tidak mengharapkan apa-apa selain senyuman kakek itu. Senyuman yang bercampur rasa haru. Kakek itu tak berhenti mengucapkan terima kasih kepadaku. Aku sampai bingung harus menjawab apa lagi.

No comments:

Post a Comment