Saturday, May 3, 2014

Sindhi: PMR Membantu Menemukan Jati Diriku

Interarma Caritas. Halo kawan-kawan semua, perkenalkan namaku Sindhi. Aku ingin bercerita tentang pengalamanku menjadi anggota PMR. Ayo mulai ceritanya, Sebenarnya aku tidak begitu yakin kenapa aku ikut ekstrakurikuler PMR di sekolahku, aku hanya bingung harus memilih ekstrakurikuler apa karena hal itu diwajibkan di sekolahku. 

Akhirnya aku memilih PMR dikarenakan berhubungan dengan cita-citaku yaitu menjadi seorang Dokter, aku mengikuti diklat yang diadakan di PMR dan menjadi anggota resmi PMR. Awal ikut PMR aku tidak mengerti sama sekali cara menolong seseorang, aku pikir itu wajar karena aku masih baru di PMR, sampai suatu hari Mbak Kos-ku ada yang terluka kakinya. Dia bertanya kepadaku apakah aku mempunyai betadine/hansaplast? Sayang sekali saat itu aku tidak mempunyainya. Dalam hati aku berkata “kenapa aku tidak bisa menolong seseorang saat mereka kesakitan dan betapa bodohnya aku tidak mempunyai Betadine/Hansaplast, padahal aku kan anak PMR”. 

Keesokan harinya aku langsung membeli barang-barang untuk PP seperti Betadine, Hansaplast, Kapas, & Perban kecil. Aku masukkan semua barang-barang tersebut dalam kantong plastik kecil, aku menyebutnya dengan P3K Kecil karena ukurannya yang kecil & sederhana. Sebenarnya aku ingin membeli P3K yang sesungguhnya tapi aku tidak tahu harus membeli dimana jadi aku membuat inisiatif sendiri. Beberapa hari setelah aku membeli P3K Kecil tersebut, temanku ada yang terluka kakinya. Dia anak Paskibra, dia merengek datang ke kamarku karena kakinya terkena serpihan kaca waktu berjalan. pada saat itu, hari sedang hujan dan dia melepaskan sepatunya karena takut basah dan tidak memikirkan kakinya akan terluka. 

Aku membersihkan lukanya, mengoleskan betadine, dan menutup luka tersebut. Dia memerhatikanku selama aku mengobatinya lukanya, dia bertanya “Apa kamu tidak jijik dengan lukaku, ini kan banyak darahnya?” aku hanya diam dan menggelengkan kepala. Untung saja aku tidak takut dengan darah jadi aku tidak merasa jijik sama sekali, aku kan anak PMR. “Paskib tidak berdaya jika tidak ada PMR” katanya. Aku hanya diam karena tersipu malu dengan pujiannya. Itulah kisahku.

 Akhirnya aku mengerti rasa bangga saat menolong sesama, sejak saat itu aku memahami menjadi anak PMR merupakan suatu hal yang aku sukai. Aku bisa berbagi ilmu kesehatan kepada kawan-kawanku di sekolah, mengajari mereka cara hidup sehat. Senang rasanya, terima kasih PMR. Karena engkau, aku telah menemukan jati diriku.

No comments:

Post a Comment