Friday, May 2, 2014

Sahila: Donor Darah Oh Donor Darah

Oke, mungkin sampai saat ini aku masih belum berhasil mendapat gelar sebagai “pendonor”. Tetapi setidaknya aku sudah berusaha keras sejak. Hmm sejak aku menduduki bangku Sekolah Menengah Atas hingga saat ini aku sudah berkuliah. Selalu saja ada hal yang membuatku gagal untuk mendonorkan darah, ah sesak sekali ya. Ketika aku masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Pagi itu aku melihat mobil PMI terparkir di parkiran sekolah dan aku senangnya bukan main. Loh, kenapa senang? Karena sejak kecil aku punya keinginan untuk menjadi seorang pendonor darah. 

Entahlah, sepertinya itu keren karena kita bisa membantu sesama. Dengan rasa senang dan percaya diri aku menuju ruangan tempat kegiatan donor darah itu diadakan. Seorang perempuan muda berpakaian serba putih menyambutku ramah dan menanyakan kartu pelajarku. “Wah.. masih 15 tahun ya? Belum bisa ikut donor dek. Tunggu 17 tahun dulu ya?” Kakak itu tersenyum dan mengembalikan kartu pelajarku. Hoalah, macam menonton film saja ini ada minimal 17 tahunnya. Yasudahlah aku kembali ke kelas dengan sedikit kecewa. Tahun berikutnya aku masih iseng mencoba dan ternyata masih belum dibolehkan. Ya iya, masih 16 tahun.Lalu ketika aku kelas 3 SMA dan umurku sudah 17 tahun, PMI tidak datang lagi ke sekolahku. Gubrak! Baiklah, aku tidak menyerah. Awal aku duduk dibangku kuliah tahun 2013,departemen jurusanku mengadakan acara baksos dan donor darah. Tanpa pikir panjang aku langsung mendaftar. Aku mengisi formulir pendaftaran dan mengantri untuk diperiksa kesehatan. Ada dua jenis pemeriksaan, pemeriksaan tekanan darah dan Hb.Lagi-lagi aku harus menerima kegagalan, hari itu tekanan darahku rendah dan jika dipaksakan aku bisa pingsan. Oke, gagal lagi. 

Tidak apa, tidak apa. Sebulan kemudian, ikatan alumni kampusku mengadakan acara besar-besaran dan ada kegiatan donor darah juga. Aku dan Ulva teman satu kosanku dengan semangat berangkat ke tempat pelaksanaan acara. Untuk donor darah dibuka sejak pukul 09.00 hingga pukul 15.00. Begitulah yang aku baca informasinya.Pukul setengah dua belas, kami telah sampai dan duduk sebentar sebelum meminta formulir. 

Baru sebentar kami duduk, seorang pria berkepala botak memberitahukan bahwasanya acaranya sudah ditutup. Dia meminta maaf karena waktu penutupan lebih cepat dari yang seharusnya.

 “Gue selalu sial va,” kataku lemas. Lalu ada lagi acara donor darah yang diadakan Fakultas Psikologi kampusku, aku kembali tidak bisa ikut karena di hari H aku masih dalam keadaan menstruasi. Baiklah baiklah, jangan menyerah. Aku mengurut dada. Kadang aku berpikir, apa mungkin darahku beracun sehingga selalu saja gagal jika ingin mendonorkan darah? Entah. 

Awal April kemaren, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya mengadakan sebuah festival yang dalam rangkaian acaranya ada donor darah (lagi dan lagi). Aku dan Ulva kembali mendaftar dan datang dengan bahagia. Aku senang bukan main ketika aku lolos pada pemeriksaan tekanan darah, tidak rendah lagi seperti waktu itu. Dan sangat menyesakkan ketika pemeriksaan Hb, Hb-ku dinyatakan rendah. Yap, gagal untuk yang kesekian kalinya. 

Akhirnya aku hanya menunggu Ulva selesai mendonor, sebab dia berhasil melewati dua pemeriksaan. 

“Kata ibunya, gue kurang sayur va.” 

“Lah, itu kan makanan lo tiap hari sa?” Ulva tertawa, aku hanya tersenyum kecut.

No comments:

Post a Comment