Thursday, May 1, 2014

Angga F: Darah Penyelamat Nyawa

Donor darah. Pertama kali mendengarnya saat latihan Pramuka di SD. Membuatku berkata dalam batin, “Saat dewasa kelak, aku akan menjadi pendonor darah. Aku mau bantu orang lain yang membutuhkan.” 

Kini, aku sudah dewasa. Namun, tak kunjung bisa menepati janji. Berat badan tak cukup. Tekanan darah pun selalu rendah. Malahan, akulah yang menjadi resipiennya. Berikut kisahnya: 

Saat itu aku hamil pertama kali. Tak dinyana, janinnya tidak masuk ke dalam rahim. Ia malah tersangkut di saluran telur. Akhirnya, saluran telur yang memang tak dirancang untuk tempat janin berkembang tak sanggup mengakomodasi pertumbuhannya. Pagi itu pecahlah saluran telur sebelah kiri. Pendarahan hebat terjadi di dalam tubuh. Memenuhi seluruh rongga, mendesak semua organ dalam. Jangan ditanya sakitnya. Orang-orang yang pernah mengalami kasus sama sepakat kalau sakitnya melebihi orang melahirkan normal. Belum lagi sesak napas yang kualami karena paru-paru tak punya ruang untuk mengembang dan menampung oksigen. 

Singkat kata, setelah dokter mengobservasi, diputuskanlah untuk dilakukan operasi pada siang hari itu. Darah donor harus disiapkan karena aku kehilangan banyak darah. Hasil pemeriksaan terakhir sebelum aku masuk ruang persiapan operasi: kadar hemoglobinku (Hb) tinggal 6 gr/dL dari yang seharusnya minimal 12 gr/dL. Kepala terasa sangat berat. Inginnya memejamkan mata saja. 

Suami sudah tanda tangan, dokter sudah siap, ruang operasi sudah menanti, tinggal tunggu darah. Siapa yang menyangka kalau stok darah golongan B di kota kami sedang kosong! Jadilah suami meminta bantuan seorang kenalan untuk ke PMI di lain kota. Di rumah sakit aku menunggu sambil menahan rasa sakit yang sangat. Waktu terasa berjalan amat lambat. Terkadang kala rasa sakit dan sesak napas memuncak, ingin rasanya untuk menyerah. 

Untunglah, akhirnya kantong-kantong berisi darah yang ditunggu-tunggu itu datang juga. Tindakan operasi segera dilaksanakan. Aku baru tersadar dari pengaruh obat bius saat hari sudah malam. Masih terasa sakit bekas jahitan sehingga untuk berdehem pun aku tak bisa. Ketika dokter datang visite keesokan harinya, dia bercerita kalau kemarin itu aku membutuhkan delapan kantong darah. Itu berarti dua liter darah! 

Hingga kini tentu aku tak pernah tahu darah siapa yang pernah mengaliri tubuhku saat itu. Namun, siapa pun itu, ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya patut kusampaikan. Berkat keputusan seseorang untuk menjadi pendonor, satu nyawa terselamatkan. Kini aku sudah memiliki dua putra setelah kehamilan pertama yang dikoreksi itu. Berarti boleh dikatakan ada tiga nyawa dimuka bumi saat ini karena tindakan seseorang yang rela mendonorkan darahnya. 

Sebagai penutup, ijinkan aku mengutip kata-kata Winston Churcill, Perdana Menteri Inggris yang terkenal itu: “Kita hidup dengan apa yang kita dapatkan, namun kita menyelamatkan kehidupan dengan apa yang kita berikan.”

No comments:

Post a Comment