Thursday, May 1, 2014

Ima: Bahagia Melihat Mereka Tersenyum

Saat aku pertama kali menginjakan kaki di Sekolah Menengah Pertama (SMA) aku sudah berniat untuk bergabung di keluarga WIRA. Ternyata aku tidak salah mengambil keputusan. Aku mendapatkan banyak pelajaran dari organisasi palang merah remaja ini. WIRA mengadakan agenda tahunan yang setiap tahun pasti dilaksanakan. Kali ini aku ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. 

Berkunjung ke panti asuhan mungkin dapat dikatakan acara amal. Pertama kali mendengar kegiatan tersebut semua saling bertatapan sembari bertanya dengan satu sama lain apa yang akan kita lakukan di sana? Saat hari di mana acara dilaksanakan ada rasa ragu dan canggung terbesit di hati ‘apa aku bisa akrab dengan anak–anak panti dengan cepat?’. 

Mungkin perbedaan status? Oh Tuhan.. kenapa aku bisa berpikiran seperti itu? Apa alasannya? Aku bertanya–tanya dalam hati. Maafkan aku Tuhan telah berpikiran hal–hal yang tidak seharusnya dipikirkan olehku. Aku telah melupakan salah satu dari 7 Prinsip Dasar Palang Merah yaitu ‘KESAMAAN’.Semestinya aku tak berhak berpikiran tentang perbedaan status. Sebagai anggota palang merah seharusnya tidak membeda–bedakan orang seperti ini. Kesan pertama yang mereka berikan adalah menatap rombongan kami dengan tatapan kurang berminat.‘Apa yang harus aku lakukan kalau begini?’ Acara pun dimulai. Anak–anak panti dan rombongan dari kami dibagi menjadi beberapa kelompok dan saling memperkenalkan diri walaupun mereka sedikit terkesan malu – malu dan tertutup tetapi tidak membuat ku dan rekan – rekan WIRA lainnya patah semangat untuk membuat acara sukses dengan suasana yang menyenangkan. Yang pertama kali kami lakukan adalah mendemonstrasikan tentang kebersihan , cara mencuci tangan dan menggosok gigi. Sedikit membuat lega mereka merespon dengan positif dan mau mendengarkan walaupun masih terlihat enggan dan canggung dengan kami.

Namun lama – kelamaan mereka ‘welcome’ dengan kami dan tertawa bersama saat acara di isi dengan games sederhana. Aku mulai banyak bercerita dengan anak – anak panti dihadapanku. Melihat mereka aku merasa sangat buruk. Mereka dengan sabar menerima apa yang telah digariskan Tuhan sedangkan aku? Terus saja mengeluh dan mengeluh, jarang sekali mengucapkan syukur atas apa yang telah Tuhan berikan kepadaku. Di puncak acara adalah saatnya games besar mengandalkan kekompakan kelompok. Kita bermain menyalurkan karet gelang menggunakan stik es krim. Semua merasakan kesulitan dari games ini. Ada karena tinggi badan yang tidak sama yang mengharuskan kita berjingkat, menunduk dan menekuk lutut agar sejajar, karet yang susah untuk disalurkan dan berakhir dengan mengulangi dari awal karena karet gelang jatuh ke lantai. Kelompok yang keluar menjadi juara adalah kelompokku. 

Anak – anak panti di dalam kelompokku tersenyum senang dan terlihat sangat bahagia membuat senyumku mengembang seperti ada rasa bahagia yang tak pernah di bayangkan melihat mereka tersenyum. Ini ‘toh’ yang namanya bahagia bisa membantu sesama. Rasanya tidak dapat ditukar dengan apapun sangat menakjubkan. Lagi - lagi aku mendapatkan pelajaran dari mereka. Tidak hanya itu saja mereka meninggalkan kesan tak terduga. Seorang anak kecil di dalam kelompokku memelukku “Mbak nggak boleh pergi. Mbak di sini aja.” berulang kali kalimat itu diucapkan. Aku membalas pelukannya dengan mata berkaca – kaca. Dia terus merengek supaya aku tidak pergi. Rengekan itu berhenti ketika aku berjanji akan kembali lagi besok .

No comments:

Post a Comment