Thursday, May 1, 2014

Anita: Mendonorkan Darah Memberikan Kehidupan

Donor darah, dua kata yang mengandung jutaan kemuliaan. Bagaimana tidak, donor darah berarti dengan rela memberikan 1 kantong darah tanpa mengharapkan bayaran. Sang pendonor harus merasakan sakit akibat jarum yang harus disuntikkan pada nadi di tangannya dan menunggu sampai 1 kantongan kosong terisi penuh oleh darah yang mengalir melalui selang dan jarum yang masih menancap ditangannya. Bagiku sungguh mulia orang-orang yang mau mendonorkan darahnya. 

Pikiran itu telah mengalir di benakku sejak berusia 8 tahun. Saat itu, Ibuku sekarat dan membutuhkan darah akibat pendarahan hebat saat melahirkan adikku. Dokter mengatakan saat itu stock darah telah habis. Abahku pergi mencari darah ke PMI. Nyawa ibuku hampir melayang karena lamanya perjalanan mencari sekantong darah. Saat itu, aku masih tidak terlalu mengerti. 

Aku hanya berfikir mengapa bisa sampai tidak ada stock darah padahal banyak sekali manusia yang hidup. Apa tidak ada lagi yang mau mendonorkan darah untuk membantu sesama manusia? Sejak saat itu, pikiranku terus tertuju pada donor darah. Betapa berharganya darah yang disumbangkan melebihi sumbangan materi sekalipun. Saat berusia 17 tahun, PMI mengadakan donor darah di sekolah, setiap siswa yang mau mendonor harus menunjukkan surat izin yang ditandatangani orang tua. 

Aku memberanikan diri memberikan surat itu namun aku tidak berhasil mendapatkan izin dan gagal untuk donor darah. 2 Tahun telah berlalu, saat itu usiaku 19 tahun dan aku mengetahui bahwa ada acara donor darah oleh PMI di kampusku. Aku kembali mencoba untuk mendonor darah dengan tidak mengatakan pada orang tuaku karena aku yakin tidak akan mendapatkan izin. Aku memberanikan diri walau aku paling takut disuntik, tapi keinginanku terlalu kuat. Aku mendaftarkan diri, dan melalui tes tekanan darah. Kembali aku gagal, karena dokter mengatakan tekanan darahku saat itu sangat rendah jadi tidak diperbolehkan mendonor. Aku tidak patah semangat, setahun kemudian kembali diadakan donor darah dikampus, seminggu sebelum acara tersebut aku sudah mengatur waktu istirahat dan pola makan agar tubuhku fit. 

Aku mendaftarkan diri, saat itu tanganku terasa dingin dan jantungku berdegup kencang. Tapi kali ini ketakutanku bukan karena suntikannya, tetapi takut ditolak lagi. Saat diperiksa ternyata aku bisa mendonorkan darah. Rasanya bahagia sekali, setelah dua kali gagal kali ini aku bisa mendonorkan darah. Rasa bahagia ini melebihi rasa sakit akibat suntikan. Aku mendapatkan kartu donor darah namun beberapa hari kemudian kartu tersebut terbaca keluargaku. 

Aku langsung dimarahin habis-habisan oleh orang tuaku karena dianggap membahayakan. Mungkin mereka tidak mengetahui bahwa mendonor darah baik bagi kesehatan karena terjadi regulasi darah sehingga darah segar terus diproduksi, hal itu akan membuat tubuh menjadi lebih segar setelah melakukan donor darah. 

Melalui tulisan ini, aku percaya keluargaku akan mengerti mengapa aku mendonor dan aku berharap orang-orang yang membacanya akan semakin banyak yang mau mendonorkan darahnya. Berjuta manfaat akan didapat, ketenangan batin, kepuasan hati, kesehatan diri, dan menumbuhkan rasa kemanusiaan terhadap sesama. 

Aku telah bertekat, selama aku hidup, aku akan terus mendonorkan darahku rutin 3 bulan sekali ke PMI hingga akhir hayatku. Bagiku PMI adalah wadah penampung malaikat dan malaikat itu adalah pendonor. Mendonorkan darah berarti memberikan kehidupan.

No comments:

Post a Comment