Thursday, May 1, 2014

Ketty: Terima Kasih PMI yang Terus Menjaga Semangat Hidup para Thaller!

Jarangnya calon suami istri yang melakukan pemeriksaan thalasemia sebelum menikah menyebabkan jumlah penderita thalasemia (atau yang sering disebut thaller) tidak menurun. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemeriksaan thalasemia sebelum menikah dan biaya pemeriksaan yang relatif mahal menjadi penyebabnya. 

pencegahan adalah satu-satunya cara yang efektif untuk mengatasi thalasemia. Tak seperti sel darah merah normal yang berbentuk bulat pipih, sel darah merah anak-anak thalasemia berbentuk bulan sabit, mudah hancur, dan umur sel darah mereka lebih pendek. Sampai saat ini, pengobatan thalasemia hanya sebatas untuk meredakan gejala yang muncul dan belum bisa mengatasi penyebab utamanya. 

 Akibatnya, anak-anak dengan thalasemia membutuhkan transfusi darah secara rutin seumur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan sel darahnya. Begitulah gambaran anak-anak yang kutemui pagi itu di hari pertamaku bertugas di poliklinik thalasemia. Jam tujuh pagi mereka sudah diantar oleh orangtua mereka ke rumah sakit. Orangtua mereka terlihat sabar meskipun mengetahui anak-anak mereka memiliki kondisi yang belum bisa diatasi. Beberapa orangtua mereka mengaku telah bercerai dengan pasangannya setelah mengetahui bahwa kondisi yang dimiliki anaknya adalah keturunan. Beberapa orangtua lainnya memilih mempertahankan keluarga mereka, bahkan ada yang memiliki anak thalasemia lebih dari satu. 

Ajaibnya, tak ada satupun dari anak yang kutemui pagi itu meronta-ronta menolak untuk dipasang infus. Tak seperti anak pada umumnya, mereka tampak pasrah dan sabar. Kalaupun ada tangis, hanya sekejap saja, akibat menahan rasa nyeri tusukan jarum infus. Rupanya, tubuh mereka telah terbiasa menahan nyeri dan mereka harus terus menahan rasa nyeri itu secara berkala seumur hidup mereka. Anak-anak thalasemia yang kutemui pagi itu terlihat akrab satu sama lain, begitupun orangtua mereka. Mungkin mereka sering bertemu di rumah sakit atau di berbagai acara komunitas mereka. Mungkin juga, mereka merasa satu hati karena sama-sama memiliki anak dengan thalasemia. 

Ditambah dengan wajah mereka yang mirip satu sama lain akibat perubahan bentuk tulang pipih pada wajah yang terus menerus memproduksi sel darah merah yang tak kunjung mencukupi kebutuhan tubuh, tentulah menyebabkan orang beranggapan mereka memiliki hubungan saudara. Ada juga beberapa remaja thalasemia yang datang untuk transfusi darah. Mereka juga tampak akrab satu sama lain. Seolah poliklinik thalasemia adalah rumah kedua mereka. Maklum, mereka sejak kecil selalu pergi ke tempat itu. Tak ada raut wajah sedih atau kecewa akibat takdir yang telah ditetapkan pada mereka. Padahal, mereka mengetahui telah banyak teman-teman mereka sesama thaller yang telah lebih dulu meninggalkan mereka. 

Semangat mereka itulah yang memotivasi diri ini untuk rutin mendonokan darah ke PMI. Anak-anak thalasemia itu tak satupun takut dengan jarum suntik, jadi tak ada alasan untuk tidak menjadi pendonor darah karena takut jarum. Para thaller itu tetap semangat menjalani kehidupan, meskipun beberapa orangtua mereka bercerai karena penyakit mereka, meskipun mereka harus menjalani transfusi rutin seumur hidup mereka, meskipun thalasemia belum diketahui cara mengobatinya, dan meskipun mereka kehilangan sahabat sesama thaller, jadi tak ada alasan untuk terus bersemangat membantu sesama dalam hidup kita. 

Terima kasih telah menyadarkanku, para thaller! Terima kasih PMI yang selalu memfasilitasi para pendonor untuk membantu para thaller menjaga semangat hidupnya!

No comments:

Post a Comment