Saturday, May 3, 2014

Sridayati: Generasi Sukarela, Masih Ada

Pagi ini aku tersentak mendengar alarm dari telepon genggamku, 05.01 WIB tepat saat Azan terdengar dari mesjid yang tak jauh dari rumah kosku. Walaupun masih mengantuk dan teman sekamarkupun masih ngorok dengan kerasnya, hingga mengalahkan kekuatan gelombang cahaya sampai ke bumi. Entah berapa desibel itu. Huft! Ku ayunkan langkah kaki dan segera mandi agar tidak tertidur lagi. Beginilah setiap pagi aku menghuyung tubuhku untuk mencari sesuap nasi dan sekeping hati yang hilang. 

Setelah aku berpakaian pramuka lengkap, akupun berangkat ke Sekolah Dasar tempatku mengajar Pramuka yang jaraknya 40KM dari kosku. Beruntung ada sepeda motor yang kubeli dari hasil kerja kerasku dan juga beasiswa. Aku harus bekerja untuk bisa makan dan membayar uang kuliahku sendiri, karena orangtuaku hanyalah petani karet sementara adik-adikku tiga orang lagi bersekolah di Pesantren dan satu lagi akan masuk Sekolah Dasar. Di tengah jalan aku tak sengaja melihat kerumunan orang, aku penasaran dan mencoba mendekat. 

Setelah mendekat, aku melihat seorang ibu dan anak kecil berumur kira-kira tiga tahun terhimpit motor. Aku heran kenapa semua orang berkerumun tanpa ada yang melakukan bantuan atau menghubungi tim medis, malah menghubungi polisi. Akupun menelpon nomor puskesmas terdekat dengan kampus dan mencoba melakukan pertolongan pertama. Tak lupa aku menyatakan identitasku dan sudah pernah mengikuti pelatihan P3K oleh tim PMI, GEGANA, dan BNPB Provinsi. Aku mencoba meminta masyarakat menjauh dari lokasi dan meminta beberapa orang bapak-bapak membantu mengangkat motor dari Ibu dan anak itu, setelah aku menjelaskan tentang P3K dan tidak perlu menjadi saksi nantinya, karena itu yang membuat mereka takut menolong. 

Setelah motor itu diangkat, aku merasakan denyut nadinya,karena ibu itu tidak sadarkan diri, sementara anak itu aku minta digendong warga, aku merasakan masih ada denyut nadi dan hembusan nafasnya, aku menepuk pipi ibu itu sedikit dan ibu itupun sadar, aku mengajak ibu itu untuk terus berbicara agar dia tidak kembali pingsan. Setelah beberapa menit ambulan datang dan mereka berterima kasih padaku, karena sudah memberikan bantuan pertama. Dan masyarakat yang melihatkupun tersenyum, akupun berlalu ke SD tempatku mengajar. Hal inilah yang membuatku tidak bisa terlepas dari kegiatan-kegiatan sukarela terutama bagi remaja. Walau memang aku bukan anak PMI, namun kampusku yang juga mempunyai organisasi KORPS SUKARELA PMIselalu bekerjasama dengan PRAMUKA. 

Contohnya, mengadakan kegiatan donor darah, juga bekerjasama dengan PMI cabang di kotaku. Aku selalu berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, namun aku tak pernah ikut menyumbangkan darahku, karena aku selalu tidak memenuhi kriteria sebagai pendonor, sementara aku fikir darahku yang bergolongan AB sangat dibutuhkan. Karena aku punya penyakit anemia, Tapi aku tidak putus asa, aku selalu mengajak teman-teman dan masyarakat untuk ikut mendonorkan darahnya dan hasilnya sesuai harapan, mereka menyumbangkan darahnyakarena kemampuan berbicaraku yang sudah cukup bisa menjadi Direktur dibidang sales marketing, hahahahaha. 

Kini, aku menyadari, walau aku tidak bisa menyumbangkan darahku dan dengan keterbatasan ekonomi, aku selalu tetap berusaha karena aku masih bisa tersenyum dan tertawa, karena aku teringat orang tuaku yang selalu memberi dukungan dan semangatnya hingga aku menjadi sarjana pendidikan yang bisa memberikan sumbangan sukarela terhadap generasi baru yang akan selalu saling memberi dan sukarela. GANBATTE KUDASAI!

No comments:

Post a Comment